
![]() |
Emanuel Gobay, S.H., MH, Pekerja HAM dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di Tanah Papua. sumber: LBH Papua |
TaDahNews.com – Emanuel Gobay, S.H., MH menyarankan kepada Presiden Republik Indonesia (RI), Menteri Politik, Hukum dan Keamanan RI segera selesaikan persoalan politik Indonesia dan Papua agar tidak lagi praktek kriminalisasi pasal Makar terhadap aktivitas Hak Politik Papua.
Karena, Pekerja Hak Asasi Manusia (HAM) dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Tanah papua itu menilai bahwa tidak bosan-bosannya aparat Kepolisian RI mengkriminalisasi aktivis Hak Politik Orang Papua dengan menyalahgunakan pasal Makar.
“Pasal makar itu sudah ada putusan dari Mahkama Konstitusi Republik Indonesia yang mengingatkan Kepolisian RI untuk tidak menyalahgunakannya terhadap aktvis politik Papua,” tutur Gobai kepada TaDahNews via WhatsApp, Kamis (8/5).
Pernyataan kriminalisasi Pasar Makar yang dimaksudkan, Lanjut Gobay, berdasarkan atas adanya ketentuan Hukum yang mewajibkan Negara Republik Indonesia membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk meluruskan Sejarah Politik Papua sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan Otonomi Khusus bagi Papua yang sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2025 ini belum diwujudkan oleh Negara sehingga, menurutnya, jika ada pada praktek yang menemukan adanya aktivis Hak Politik Orang Papua yang ditersangkakan dengan Pasal Makar akan disimpulkan sebagai fakta kriminalisasi pasal makar.
Pada prinsipnya apa yang dilakukan beberapa aktivis Hak Politik Papua dari [organisasi] NRFPB beberapa waktu lalu di Sorong itu sebenarnya bagian wujudnyata kebebasan berfikir, berekspresi, berpolitik dan menyampaikan pendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. “Sehingga,” lanjut Gobai, “terkait dengan penangkapan, penetapan tersangka dan penahanan terhadap empat orang aktivis Hak Politik Papua dari NRFPB oleh Kepolisian Resort Kota Sorong Polda Papua Barat merupakan Tindakan melanggar Hak Asasi Manusia.”
Melalui praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Kepolisian Polsek Kota Sorong, menurut Gobay, jelas-jelas telah menunjukan bukti bahwa Kepolisian Polsek Kota Sorong sebagai pelaku pelanggaran Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang implementasi Standar dalam tugas Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Hal itu dikuatkan dengan adanya putusan Mahkama Konstitusi Republik Indonesia atas kasus Judicial Review Pasal Makar yang telah mengingatkan Kepolisian untuk tidak menyalahgunakan Pasal Makar terhadap aktivitas kebebasan berekspresi di Papua.” jelas Gobai.
Atas dasar itu maka Emanuel Gobay berkesimpulan bahwa melalui penetapan tersangka terhadap empat orang aktivitas NRPB adalah bagian dari Tindakan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang disiplin Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Dengan demikian maka ditegaskan kepada Kapolda Papua Barat dan Kapolresta Kota Sorong untuk Segera bebaskan empat aktivis Hak Politik Papua tanpa syarat sesuai perintah Putusan Mahkama Konstitusi Republik Indonesia.” Pungkasnya tegas.
Yohanes Gobai