
[Tabloid Daerah], Jayapura -- Koalisi Penegak Hukum Dan Hak Asasi Manusia (KPH HAM) Papua mendesak segera proses hukum aparat keamanan diduga penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Tunai.
Hal ini disampaikan LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKP KC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan, Elsham Papua, LBH Papua Merauke, LBH Papua Pos Sorong, Kontras Papua, yang tergabung dalam KPH HAM Papua.
Desakan melalui siaran pers resmi diterbitkan KPH HAM Papua, bernomor: 004/SP-KPHHP/VII/2025, Jayapura, 22 Juli 2025, siang waktu Papua.
KPH HAM Papua meminta kepada Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kakejagung RI) agar segera memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kakejati) Papua dan Kejaksaan Negeri (Kakejari) Kabupaten Nabire agar segera memeriksa indikasi dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kabupaten Puncak Papua, Provinsi Papua Tengah.
“Kakejagung RI segera perintahkan Kakejati Papua dan Kakejari Nabire, bahwa segera periksa indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana BLT di Kabupaten Puncak Papua, Provinsi Papua Tengah," KPH HAM Papua dalam Siaran Pers yang diterima media ini
Beberapa Bansos yang akan cair tahun ini antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Dana Desa, serta Program Indonesia Pintar (PIP).
PKH HAM Papua menjelaskan sesuai tujuan Bansos di Tahun 2025 itu, difokuskan pada masyarakat khususunya yang kurang mampu.
"Atas dasar itu, dengan melihat kondisi beberapa Kabupaten di Propinsi Papua Tengah dilanda konflik bersenjata antara TNI-POLRI melawan TPNPB berujung pada adanya masyarakat sipil harus mengungsi," jelas KPH HAM Papua.
Lebih lanjut, KPH HAM Papua juga mengungkapkan, yang terjadi di Kabupaten Puncak Papua dan Kabupaten Intan Jaya tentunya sangat memerlukan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang akan digunakan untuk membeli kebutuhan pangan atau makan mereka.
Pasalnya, mereka telah pergi jauh dari lahan garapan mereka yang menjadi sumber pemenuhan pangan sehari-hari.
KPH HAM Papua menekankan yang terjadi dalam realisasi Dana BLT di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak Papua, Propinsi Papua Tengah malah jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat sipil yang menjadi pengungsi maupun yang dicita-citakan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Hal itu, jelas terlihat dalam pernyataan seorang oknum Polisi melalui video amatir telah tersebar luas berdurasi satu menit dan 30 detik. Di dalamnya ada perintah dari Aparat Kepolisian bernada memaksa meminta uang masyarakat sipil Dana BLT. Dan, tanggapan seorang aparatur kampung," tegas KPH HAM.
Menanggapi video tersebut Direktur Eksekusif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) mengungkapkan adanya dugaan pungutan liar (pungli) oleh aparat keamanan saat pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, pada Jumat, 18 Juli 2025.
KPH HAM menjelaskan setelah pihaknya menelurusi ketentuan yang mengatur sasaran penyaluran Dana BLT bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada: a. perseorangan; b. keluarga; c. kelompok; dan/atau, d. masyarakat.
Pada prinsipnya diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial: a. kemiskinan; b. ketelantaran; c. kecacatan; d. keterpencilan; e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku; f. korban bencana; dan/atau g. korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (1) dan Ayat (2), Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, junto Pasal 2, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
"Berdasarkan ketentuan di atas bahwa tidak menyebutkan keterangan keamanan sebagai pihak yang dituju dan masuk dalam kriterit penerima dana BLT secara langsung. Ini menunjukan bahwa pernyataan seorang oknum Polisi merupakan keterangan yang tidak berdasar hukum jelas-jelas masuk dalam kategori dugaan tindakan melanggar ketentuan," tegas PKH HAM.
“Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara,” tambah PKH HAM.
PKH HAM menambahkan sebagaimana diatur pada Pasal 5 huruf d, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada prinsipnya pernyataan Oknum Polisi tersebut jelas-jelas masuk dalam kategori tindakan dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang menyalahgunakan wewenang.
Ini sebagaimana diatur pada Pasal 6 huruf q, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Terlepas dari itu, apabila pernyataan oleh Oknum Polisi dalam video viral tersebut terealisasi maka jelas-jelas telah masuk dalam kategori dugaan tindak pidana," pernyataan KPH HAM.
Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dapat dipidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Sebagaimana diatur pada Pasal 2, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Atas dasar itu, sudah seharusnya Propam Polda Papua Tengah dapat melakukan tugasnya untuk memeriksa Oknum Polisi yang terlihat dalam Video Viral," pinta PKH HAM Papua.
Pasalnya, karena tindakannya masuk dalam kategori dugaan tindakan pelanggaran Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 huruf q, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia ataukah Kakejagung RI, Cq Kejati Papua, Cq Kejari Nabire, segera melakukan tugasnya untuk menegakan dugaan tindakan pelanggaran Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pada prinsipnya Upaya hukum di atas ditegaskan dengan berpatokan pada dokumen Video yang berjudul 'BLT di Beoga Kab. Puncak Papua Tengah' merupakan Alat Bukti yang sah sesuai ketentuan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah," tulis siaran pers KPH HAM Papua.
Sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (1), Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga sudah seharusnya dilakukan penegakan hukum untuk memastikan profesionalisme Oknum Polisi serta menegakan asas prinsip persamaan didepan hukum yang dianut oleh Negara Hukum Indonesia.
Pada prinsipnya penegakan hukum tersebut dimaksudkan agar proses penyaluran dana bantuan langsung tunai kepada a. kemiskinan; b. ketelantaran; c. kecacatan; d. keterpencilan; e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku; f. korban bencana; dan/atau g. korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (1) dan Ayat (2), Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial junto Pasal 2, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Puncak Papua dan Kabupaten lainnya di Propinsi Papua Tengah berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas maka KPH HAM Papua menggunakan kewenangan sesuai perintah Pasal 100, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, menegaskan kepada:
Pertama, Presiden Republik Indonesia perintahkan Mentri Sosial Republik Indonesia pastikan Realisasi Dana BLT di Wilayah Konflik Bersenjata di Papua khususnya di Kabupaten Puncak Papua;
Kedua, Kapolri segera perintahkan Kapolda Papua Tengah dan Propam Polda Papua Tengah Periksa Oknum Polisi dalam Video Viral berjudul BLT di Beoga Kab. Puncak Papua Tengah #blt #dana;
Ketiga, Panglima TNI segera perintahkan Kogabwilhan dan Pangdam Cenderawasih Periksa Oknum TNI yang terlihat mapun yang tersebutkan dalam Video Viral berjudul BLT di Beoga Kab. Puncak Papua Tengah #blt #dana;
Keempat, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera perintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan Kepala Kejaksaan Negeri Nabire Periksa Oknum Polisi dan Oknum TNI dalam Video Viral berjudul BLT di Beoga Kab. Puncak Papua Tengah #blt #dana atas Indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Langsung Tunai di Kabupaten Puncak Papua, Propinsi Papua Tengah;
Kelima, Gubernur Papua Tengah dan Bupati Kabupaten Puncak Papua segera Pastikan seluruh Warga Tidak Mampu di Kabupaten Puncak Papua mendapatkan Dana Bantuan Langsung Tunai.
Siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya, KPH HAM Papua mengucapkan terima kasih.(*)
Kebagibui