Iklan

iklan

Natalius Pigai, HAM dan Pejuang Keadilan

Editor - Tabloid Daerah
6.12.2025 | 4:19:00 PM WIB Last Updated 2025-06-12T22:45:52Z
iklan

Saat Menteri HAM Natalius Pigai sedang bersama Presiden Prabowo. Ist.

Oleh: Wallo*)

Pemuda Pengangguran yang tinggal di Nabire*)

Saat ini, Natalius Pigai pasti sedang “emosi” Bahlil, tapi Pigai sedang menekan amarah itu, kenapa?

Kita mesti memahami Posisi Natalius Pigai saat ini dan sebelum menjadi Menteri.

Sejak awal Ia mengambil Posisi mendukung Prabowo Pada pemilu 2014 suara kritis terhadap HAM mulai di penjara, dan nalar kritis nya semakin dibuat lumpuh. Natalius pasti menyadari hal ini; dan memilih masuk ke dalam perangkat itu. Maksudnya apa? Yah! Hal paling dasarnya manusia butuh makan. Sisanya alasan politis dan baku tipu untuk kembali lagi pada alasan pertama tadi.

Sejak Ia dilantik sebagai Menteri HAM, sejak itu Ia mulai mempelajari dan meluruskan ulang bagaimana Ia bersikap dan berbicara bukan lagi aktivis dan pejuang HAM. Ia Menteri, artinya sudah menjadi bagian dari kekuasaan yang dulunya Ia kritisi habis-habisan. Ia sudah menjadi bagian dari rezim yang menindas.

Itu kenyataan!

Posisi Natalius, juga dialami beberapa aktivis 98 yang ikuti masuk ke dalam perangkap secara sadar. Karena apa? Alasannya soal makan tadi (soal alasan ini suka-suka saya, kan saya yang nulis). Misalnya Budiman Sudjatmiko, mantan ketua PRD 98, atau wakil Menteri HAM, dan beberapa diantaranya, dulu sangat kritis dan pedas suaranya, yang selalu membikin tak sedap telinga rezim.

Setelah para aktivis ini masuk ke dalam kekuasaan, menjadi bagian dari tangan, kaki, mata, tukang masak, dst bagi Si Panglima tertinggi, kini orang Papua mulai sikapnya: kenapa tidak bersuara di tengah maraknya pelanggaran HAM? Itu keliru. Karena natalius hanya diberi kewenangan untuk mengoreksi dan menginterupsi (sebentar saja) semua kebijakan tuannya yang kira-kira dapat membahayakan HAM. Tugasnya membisik, keputusannya ada pada tuannya.

Disitu kekeliruan orang Papua bertanya mengapa Natalius begini.

Kelirunya adalah pernyataan kritik itu harusnya dilayangkan saat Ia mendukung Prabowo. Untuk saat ini, Natalius diberadapkan pada tetap memilih patuh dan melayani tuannya? Atau kah Ia harus mengambil Keputusan heroik, meninggalkan jabatan menterinya dan mengambil oposisi, berada di luar dari kekuasaan dan kembali ke rumah lamanya, menjadi aktivis HAM?

Pilihan kedua itu mustahil. Sangat-sangat mustahil.

Keliru bagi orang papua adalah melihat Natalius sebagai orang yang pernah perjuangkan HAM, dan sisi lain merepresentasi suara orang Papua. Disitu terjadi penokohan dan secara tidak langsung keterwakilan itu menjadi titik pertemuan antara suara HAM OAP, dan Jakarta.

Kawan! Idealisme dan prinsip atas kesadaran diri itu selalu diuji oleh ruang dan waktu.

Menurut saya tak perlu Natalius berbicara soal HAM, dan kini bukan tupoksinya membikin aktivitas investigasi secara independen, dan membikin laporan penemuannya di public. Tugas kerjanya terbatas. Natalius hanya bisa berada di koridornya: melayani tuannya. TITIK.

Dan dengan begitu, kita akan sadar, bahwa perjuangan untuk sebuah keadilan ada pada Pundak rakyat tertindas. Tra boleh ada pion keterwakilan.

Mengapa? Kenyataan ini membuat kita bertanya dan saling menoleh sesame rakyat tertindas. Kita mesti ambil garis lurus bahwa perjuangan menciptakan keadilan dan kemerdekaan selalu berada di Pundak rakyat. Lantas kekuasaan hanya takut pada suara rakyat, suara-suara yang menggema dari dalam suatu persatuan kekuatan rakyat. Suara ini tidak boleh diwakili, apa lagi memberi keyakinan kepada suatu Lembaga yang masih mengaduh dibawa hukum dan kekuasaan yang menjajah. di sisi lain, Itu penting, tetapi mesti dilihat sebagai siasat. Bukan aksi strategis. Apa lagi membikin sosok The Next Natalius Pigai, dan menganggap posisinya terwakilkan suara OAP.

Sebab menjadi pejuang HAM, pejuang keadilan, Pejuang Papua Merdeka, itu Keputusan subjektif yang berangkat dari realitas. Sikap atas realitas keberadaan Masyarakat, dan memilih untuk bersuara.

Bukan begitu? [*]



Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Natalius Pigai, HAM dan Pejuang Keadilan
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan