Iklan

iklan

Ini Siaran Pers LBH Papua Kepada KOMNAS HAM RI Terkait Temuan Kasus Pembunuhan Empat Warga Sipil

Tabloid Daerah
9.17.2022 | 1:49:00 PM WIB Last Updated 2022-09-17T04:49:19Z
iklan

KOMNAS HAM RI SEGERA TINDAKLANJUTI TEMUAN KASUS PEMBUNUHAN EMPAT WARGA MERUPAKAN KEJAHATAN KEMANUSIAAN DAN MEMENUHI UNSUR PELANGGARAN HAM BERAT

Siaran Pers 

Nomor : 010/SP-LBH-Papua/IX/2022



KOMNAS HAM RI SEGERA TINDAKLANJUTI TEMUAN KASUS PEMBUNUHAN EMPAT WARGA MERUPAKAN KEJAHATAN KEMANUSIAAN DAN MEMENUHI UNSUR PELANGGARAN HAM BERAT



“Pangkostrad Wajib Mendukung Komnas HAM Republik Indonesia Dalam Melakukan Tugas Penyelidikan Pelanggaran HAM Dalam Kasus Pembunuhan dan Multilasi di Mimika Sesuai Perintah Pasal 89 ayat (3) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999”.


Kasus Pembunuhan dan Multilasi terhadap 4 (empat) orang warga sipil Papua di Mimika terdaftar di Kepolisian Resort Mimika dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/627/VIII/2022/SPKT/Polres Mimika/Polda Papua, tanggal 27 Agustus 2022 tentang tindakan pidana pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan yang terjadi pada hari Senin, 22 Agustus 2022, sekitar Jam 22:00 WIT di Jalan Budi Utomo Tembus Jalan SP 1 Timika. Selanjutnya Pasal yang didiberikan dalam kasus ini. Yaitu: Primair Pasal 340 KUHP subsidaer Pasal 338 KUHP jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP  dan Pasal 365 KUHP dan Pasal 187 KUHP (Baca: Surat Kepolisian Resort Mimika Nomor: B/368/IX/2022/Reskrim, perihal: pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) yang ditujukan kepada Aptoro Lokbere tertanggal 5 September 2022). Untuk diketahui bahwa Pasal 340 KUHP mengatur tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP mengatur tentang Tindak Pidana Pembunuhan, Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP mengatur tentang Tindak Pidana Penyertaan, Pasal 365 KUHP mengatur tentang Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dan Pasal 187 KUHP mengatur tentang Tindak Pidana Pembakaran. 


Terlepas dari pengunaan Pasal-Pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh penyidik Polres Mimika dalam Kasus Pembunuhan dan Multilasi terhadap 4 (empat) orang warga sipil Papua di Mimika diatas. Pada perkembangannya dengan mengunakan fungsi pemantauan dengan kewenangan melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia (Pasal 89 ayat (3) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM) Komnas HAM Perwakilan Papua telah melakukan beberapa tindakan hingga memberikan kesimpulan.

 

Secara tegas Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Papua mengaskan bahwa Dari hasil investigasi yang dilakukan, Komnas HAM Papua memastikan bahwa keempat korban tidak berafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata yang dituduhkan selama ini. Bahkan salah satu korban pembunuhan merupakan kepala kampung aktif di Kabupaten Nduga, Papua. Selain itu, dari hasil pemeriksaan terhadap keenam tersangka dari TNI diketahui bahwa kasus pembunuhan disertai mutilasi empat warga ini sudah direncanakan dua hari sebelum kejadian. Dengan hasil temuan ini, Komnas HAM memastikan bahwa kasus pembunuhan empat warga ini merupakan kejahatan kemanusiaan dan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat karena direncanakan dan dilakukan oleh Aparat Negara (Baca : https://www.kompas.tv/amp/article/326185/videos/berikut-hasil-investigasi-komnas-ham-papua-soal-pembunuhan-warga-mimika).


Berdasarkan kesimpulan Komnas HAM RI Perwakilan Papua di atas ditemukan adanya 2 (dua) kata kunci. Yaitu: 1). Kejahatan Kemanusiaan, dan 2). Pelanggaran HAM Berat. Untuk diketahui bahwa Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid sebagaimana diatur pada Pasal 9, Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sementara itu, "Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat" adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination) sebagaimana diatur pada Penjelasan Pasal 104 ayat (1), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Pada pekembangannya kesimpulan Pelanggaran HAM Berat yang disebutkan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang diperoleh mengunakan kewenangan sesuai Pasal 89 ayat (3) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia seperti mendapatkan bantahan oleh Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen Maruli Simanjuntak menyebut kasus mutilasi warga Papua oleh 6 oknum prajurit TNI di Kampung Pigapu, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua, bukan pelanggaran HAM berat. Maruli mengatakan kejahatan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat jika menggunakan kekuatan institusi. "(Kasus mutilasi di Papua pelanggaran HAM berat) Oh, beda, kalau pelanggaran berat itu menggunakan kekuatan institusi, itu pelanggaran HAM," kata Maruli di Mabes AD, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2022). Maruli menerangkan, kasus dikategorikan pelanggaran HAM berat jika menggunakan senjata negara. Sedangkan kasus mutilasi di Papua yang dilakukan 6 oknum TNI, menurut Maruli, masuk kategori kejahatan kriminal. "Kalau ini kan kriminal, kejahatan maksud saya itu. Tidak memakai rantai komando tidak menggunakan senjata punya negara. Kalau ini kriminal saja sudah," jelasnya (Baca : https://news.detik.com/berita/d-6293666/pangkostrad-sebut-kasus-mutilasi-di-papua-bukan-pelanggaran-ham-berat).


Apabila dianalisis Pernyataan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) diatas jelas-jelas hanya mengarah pada definsi Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana disebutkan pada Pasal 9, Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia namun Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) sepertinya tidak baca definsi "Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat" sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 104 ayat (1), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Terlepas dari fakta tersebut, secara hokum Pernyataan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) diatas menimbulkan pertanyaan sebab sesuai dengan Tugas TNI secara umum dan Tugas Angkatan Darat yang diatur pada Pasal 7 dan Pasal 8, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia tidak perna menyebutkan TNI Angkatan Darat bertugas untuk menyelidiki atau bahkan menyimpulkan sebuah peristiwa hokum adalah Pelanggaran HAM Berat atau Tindak Kriminal atau Kejahatan. Atas dasar itu sudah dapat simpulkan bahwa pernyataan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) terkait kasus mutilasi warga Papua oleh 6 oknum prajurit TNI di Kampung Pigapu, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua, bukan pelanggaran HAM berat diatas merupakan pernyataan yang tidak berdasarkan hokum yang berlaku di Indonesia dan disampaikan oleh pihak yang tidak diberikan kewenanangan oleh Undang Undang untuk menyimpulkan pelanggaran HAM Berat ataukah Peristiwa Kriminal. 


Pada prinsipnya Peristiwa Pembunuhan dan Multilasi terhadap 4 (empat) masyarakat sipil papua di Mimika tergolong kedalam pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing) yang masuk dalam kategori Pelanggaran HAM Yang Berat sesuai pengertian "Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat" adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination) sebagaimana diatur pada Penjelasan Pasal 104 ayat (1), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Serta bagian langsung dari pelanggaran ketentuan Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya dan  Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa sebagaimana diatur pada Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia maka diharapkan agar Komnas HAM Republik Indonesia dapat menindaklanjuti temuan Komnas HAM RI Perwakilan Papua terkait kasus pembunuhan empat warga ini merupakan kejahatan kemanusiaan dan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat karena direncanakan dan dilakukan oleh Aparat Negara yang diperoleh mengunakan kewenangan untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia (Pasal 89 ayat (3) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM).


Berdasarkan uraian diatas, Lembaga Bantuan Hukum Papua mengunakan kewenagan yang diberikan berdasarkan ketentuan Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sebagaimana diatur pada pasal 100, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan kepada :


1. Panglima TNI segera menegur Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) atas pernyataan yang bertentangan dengan kesimpulan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang diperoleh dalam Kasus Pembunuhan dan Multilasi terhadap 4 (empat) orang warga sipil Papua di Mimika mengunakan kewenangan Pasal 89 ayat (3) huruf b, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;


2. Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Wajib mendukung Komnas HAM RI dalam melakukan tugas penyelidikan pelanggaran HAM Dalam Kasus Pembunuhan dan Multilasi terhadap 4 (empat) orang warga sipil Papua di Mimika sesuai perintah Pasal 89 ayat (3) huruf b, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;


3. Komnas HAM RI segera menindaklanjuti kesimpulan Komnas HAM RI Perwakilan Papua terkait kasus pembunuhan empat warga merupakan kejahatan kemanusiaan dan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat karena direncanakan dan dilakukan oleh Aparat Negara;


4. Komnas HAM RI Perwakilan Papua Wajib mengawal penegakan kasus pembunuhan empat warga merupakan kejahatan kemanusiaan dan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat mengunakan mekanisme UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.


Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.


Jayapura, 17 September 2022


Hormat Kami


LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA



Emanuel Gobay, S.H.,MH

(Direktur)


Narahubung :

082199507613

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ini Siaran Pers LBH Papua Kepada KOMNAS HAM RI Terkait Temuan Kasus Pembunuhan Empat Warga Sipil

P O P U L E R

Trending Now

Iklan

iklan