Iklan

iklan

SPM se-Indonesia Peduli Papteng Gelar Diskusi Publik Tolak Tiga Akar Masalah ‎

Tabloid Daerah
7.26.2025 | 6:31:00 AM WIB Last Updated 2025-07-25T22:08:42Z
iklan
Foto Bersama Usai Diskusi Publik Tolak Pendropan militer, Pemekaran,dan Investasi di Tanah Papua,Jumat (25/7/2025), sore,pukul 16.00 waktu Papua di Jalan Kendari Asrama Mahasiswa Puncak Papua.(#Kontributor/TaDahNews)


[Tabloid Daerah], Nabire -- Pelajar dan Mahasiswa tergabung dalam Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa (SPM) se-Indonesia Peduli Papua Tengah (Papteng) menggelar diskusi publik.
Diskusi SMP se-Indonesia Peduli Papteng dilaksanakan di Asrama Mahasiswa Kabupaten Puncak, Jalan Jakarta, Kampung Kalisusu, Distrik Nabire, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah, Jumat (25/7/2025), sore pukul 16.00 waktu Papua. 
‎Diskusi publik berlangsung aktif dan penuh kidmat.
‎Diskusi dipandu moderator dan ditemani notulen bersama dua narasumber.
‎Narasumber pertama, Warpo Wetipo, dan narasumber kedua Marselino Pigai.
‎Diskusi dalam pembahasan seputaran Topik: "Dibalik Operasi Militer, Pemekaran, dan Investasi, Siapa yang diuntungkan?"
‎Moderator dari salah satu Mahasiswa mempersilahkan secara bergantian kepada kedua narasumber guna menyampaikan materinya.

Warpo Wetipo memulai materinya mempersoalkan pandangan Jakarta terhadap Papua secara keseluruhan.

"Kebijakan negara yang cenderung melihat rakyat Papua dan sumber daya alam Papua sebagai objek eksploitasi," kata Warpo Wetipo sebagai narasumber pertama.
‎Ia melanjutkan bahwa pembangunan dari kacamata jakarta, membawa masuk segala macam praktik ilegal dan masif. 
‎"Dengan berbagai praktik Operasi Militer, Pemekaran, dan Investasi kandungan alam ini masif, terstruktur, dan sistematis," lanjut Warpo.
‎Pemuda rauk wajah mirip Che Guevara itu menjelaskan praktik penghisapan seakan dibuat legal guna meloloskan eksploitasi.
‎"Militer Organik dan non organik sebelum masuk dibuat regulasinya melalui DPR RI. Begitu pun, Pemekaran, dan investasi," jelas Warpo. 
‎Warpo menjelaskan sejarah singkat keberadaan militer Indonesia di Papua sejak Soekarno Mengumandangkan Trikora Pada 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Kota Yogyakarta.
‎"Sejak itulah ekspansi militer melalui darat, udara, dan laut, menduduki wilayah teritori Papua," jelasnya. 
‎Ia menyatakan operasi itu dipimpin panglima tertinggi Soeharto.
‎"Kemudian, diikuti gelombang operasi militer yang terus membunuh jutaan rakyat Papua hingga sebagian mengungsi ke luar Papua," ujarnya.
‎Pada kesempatan itu, Marsellus Pigai menuturkan pada masa orde baru setelah soekarno dilengserkan soeharto diangkat sebagai presiden ke-2 Indonesia.
‎"Yang justru melancarkan operasi militer di wilayah arso dengan alasan adanya Gerakan Pengacau Keamanan (GPK)," tutur Pria mirip Leon Trotsky itu.
‎Menurutnya akibat militer diturunkan dalam kekuatan besar di Arso membuat banyak masyarakat mengungsi ke PNG.
‎"Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan untuk menekan atau mengintimidasi kepala suku yang ada agar lahannya di alih fungsikan untuk perkebunan sawit," ujar Pigai.
‎Pria yang pernah diskusi bersama Rocky Gerung membeberkan pendropan militer dan mengambil alih fungsi merupakan pola serupa saat ini.
‎"Beberapa operasi militer hari ini, sedang dilancarkan di wilayah-wilayah yang punya potensi sumber daya alam, seperti; Intan jaya, Puncak, Puncak jaya, Yahukimo, dan Oksibil," beber Pigai.
‎Di era reformasi sekarang ini, perampasan lahan semakin terstruktur diperketat dengan produk UU Minerba. Sehingga, proses perizinannya tersentralistik di Jakarta.
‎Demikian juga keterlibatan TNI dalam Proyek Strategis nasional (PSN) semakin memperparah Supremasi Sipil. "Tetapi, tetap saja dipaksakan dengan alasan kepentingan Nasional," pungkasnya.
‎Diskusi publik melihat situasi Papua hari. Bahwa pendropan militer, pemekaran, terus terjadi bersama-sama dengan investasi minerba, kelapa sawit, PSN, ilegal login, ilegal mining, ilegal fishing.
‎Tutup moderator kerap disapa Mapu berharap melalui diskusi publik pelajar dan mahasiswa dapat memahami Papua sedang tidak baik-baik saja.
‎Ia mengajak pelajar dan mahasiswa bangkitkan kesadaran rakyat. Pasalnya, dari hasil diskusi publik pendropan militer, pemekran, dan investasi, sesungguhnya bukan untuk kepentingan rakyat Papua.
‎"Melainkan justru menguntungkan elit jakarta melalui elit-elit lokal di Tanah Papua. Tanah rakyat dicabik-cabik hingga menjadi piring makan para elit. Sementara rakyat terpinggirkan dari bumi dan kehidupannya," tutup Moderator sembari mengajak pelajar mahasiswa.(*)
Kebagibui
Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • SPM se-Indonesia Peduli Papteng Gelar Diskusi Publik Tolak Tiga Akar Masalah ‎
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan