
![]() |
Pemred Laolao-papua.com, Mikael Kudiai, menulis sepenggal cerita unik dibalik KTP Filep Karma. Foto berdua di depan Sekretariat AMP Yogyakarta,tahun 2016 (Ist) |
[Tabloid Daerah], Yogyakarta -- Pemimpin Redaksi (Pemred) laolao-papua.com, Mikael Kudia menulis sepenggal cerita unik dibalik KTP Filep Karma.
Cerita dimulai Tahun 2016 saat Filep Karma singgah di Sekretariat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Yogyakarta.
Saat itu, Filep Karma juga menjadwalkan dirinya mengikuti Sidang Oby Kogoya di Yogyakarta.
Oby Kogoya adalah korban diskriminasi rasis di kota yang disebut Istimewa karena, keberadaan kerajaan.
Oby Kogoya didampingi Kuasa Hukum, Emanuel Gobai saat itu, kini Advokat YLBHI di Papua.
Mikael Kudiai: Sepenggal Cerita KTP Filep Karma
Tahun 2016 (sa lupa tanggalnya), kami sekitar 6 orang tidur di sekret AMP di Asrama Kamasan I Papua, Yogyakarta. Sekitar pukul 4 subuh, ada yang ketuk pintu sekret beberapa kali. Kami buka pintu. Ternyata Bapak Fillep Karma.
Kami kaget dan semua bangun.
Waktu itu Ia setelah dibebaskan dari tahanan atas tuduhan makar yang membuatnya mendekam di penjara selama 25 tahun sejak aksinya di Lapangan Trikora, Jayapura.
Kami semua berdiri dan menerimanya di sekret.
"Bapa kesini mau ikut sidang Obby Kogoya". Begitu katanya sambil taruh semua barang-barang dibawahnya di sekret.
Beberapa hari di Jogja, Bapak Fillep ditemani oleh kawan Jefry Wenda. Setelah sehari jalan-jalan keliling Jogja. Kami kumpul bersama lagi di sekret AMP sambil cerita-cerita.
Bapa Fillep cerita mengenai aktivitasnya di Papua, di Jakarta, keliling Jawa-Bali, dan rencananya untuk ke luar negeri.
"Anak, bapa mau ke luar negeri tapi dari imigrasi di Jakarta dong minta harus ada KTP dan buat password". Begitu katanya.
"Jadi pas bapa mau urus KTP Jakarta, dong minta bapa untuk harus rekam tubuh sama foto setengah badan". Lanjutnya.
"Pas mau tulis identitas, dong tanya bapa soal agama, bapa bilang bapa tra punya agama tapi percaya Tuhan Yesus. Pihak imigrasi dong kaget dan dong bilang lagi, bapa tinggal pilih saja beberapa agama yang dianut di Indonesia. Tapi bapa tetap malas pilih salah satu. Karena dong malas bicara banyak, terpaksa status agama dong kasih kosong." Katanya sambil tunjukkan KTP yang sudah jadi ke kami.
Benar status agama dalam KTP-nya dikosongkan.
"Dong tanya bapa warga negara juga bapa bilang bapa warga negara West Papua. Dan dong emosi. Bapa baku debat dengan mereka tapi tetap dong tulis kewargaan negara Indonesia." Lanjutnya lagi.
Kami tertawa. Bapa Fillep juga ikut tertawa waktu itu.
"Pas mau foto lagi. Dong minta bapa untuk lepaskan pakaian PNS, lepas topi Timor Leste, sama lepas pin Bintang Kejora yang di dada. Tapi bapa bilang tidak bisa. Bapa bilang Bintang Kejora ni selau ada di hati, kalau topi Timor Leste ni sebagai penghormatan dan motivasi untuk kita karena ini wilayah yang sudah merdeka dari Indonesia. Ini juga baku debat lama sampai jalan tengahnya dong bilang topi kas balik ke belakang saja. Jadinya dalam foto, topi ke belakang dan bintang kejoranya tidak masuk dalam foto setengah badang". Kami semua tertawa bersama Bapak Fillep.
Beberapa hari kemudian, pagi sekitar pukul 8, sambil sarapan dan minum teh di salah kontrakan di Jalan Kaliurang, Bapak Fillep bilang mau ikut sidang Obby Kogoya yang didampingi Abang Wissel Van Nunubado
Disitu Bapak Fillep juga cerita beberapa agenda yang akan dikerjakannya beberapa waktu ke depan.
"Anak, setelah bapa urus surat-surat semua dan setelah balik dari luar negeri, bapa akan daftarkan diri sebagai calon Gubernur Provinsi Papua ke KPU tanpa partai, tanpa uang."
Saya kaget. Saya rasa, KPU tidak mungkin akan loloskan Bapak Fillep jadi bakal calon.
Waktu itu juga sedang memasuki masa-masa Pemilu.
"Anak, besok bapa calon Gubernur, bapa punya visi cuma satu saja, yaitu Papua Merdeka. Nanti misinya itu majukan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pigi ke Jakarta tuntut Papua merdeka. Kalau Jakarta tidak mau, bapa akan pergi ke PBB tuntut merdeka di sana." Katanya lagi.
Bapak Fillep adalah tipe orang yang kalau ada hal yang Ia yakini benar, itu akan Ia lakukan. Dan siapa pun tidak akan bisa menghalanginya.
***
Penulis mendedikasikan tulisan ini untuk almarhum Filep Karma. (*)