Iklan

iklan

Stella Misiro: Investor Datang Harus Sebagai Mitra Madat, Bukan Geser Pemilik Tanah

Yohanes Gobay
6.04.2025 | 9:44:00 PM WIB Last Updated 2025-06-04T12:44:36Z
iklan
Okto Yugo Setiyo, Koordinator JIKALAHRI Riau (kiri) saat memberikan piagam penghargaan kepada Stella Misiro, S. Hut, anggota DRP Provinsi Papua Tenah jalur pengangkatan khsus usai seminar di aula Adamand Hotel, Jl. Poros Wadio, Nabire, (30/5). Sumber: TaDahNews--YoGo


[Tabloid Daerah], Nabire -- Sudah saatnya Orang Asli Papua (OAP) khususnya pemilik tanah yang terdapat potensi sumber daya alam (SDA) seperti kehutanan, pertambangan, kelautan dan perkebunan, sesuai aturan yang berlaku dan kemampuan dapat mengelola potensi sumber daya alam secara mandiri di wilayah adat mereka, agar OAP tidak terus menjadi penonton yang setia di atas tanah adatnya. Hal ini dikatakan, Stella Misiro, S. Hut, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua Tengah, ketika menjadi Pembicara dalam Seminar bertajuk Pembangunan Yang Adil Dan Berkelanjutan “Merangkul Keadilan Sosial, Merajut Masyarakat Adat Papua, Menjaga Lingkungan” yang dilaksanakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Wilayah Papua gandeng Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) pada Jumat 30 Mei 2025, di Aula Adaman Hotel, Nabire, Papua Tengah.

 

Lebih lanjut, Misiro, mengatakan, pemerintah yang bijak adalah pemerintah yang membuat reguĺasi yang tegas dan jelas yang dapat memberikan perizinan kepada pemilik tanah adat, untuk dapat mengelola potensi sumber daya alamnya agar mereka Sejahtera di atas tanah adatnya mereka sendiri.

 

Misiro, selanjutnya mengatakan bila memerlukan investor karena keterbatasan dana dan peralatan, maka investor yang datang hanya sebagai Mitra yang bekerja di bawah perizinan yang dimiliki oleh pemilik tanah adat, bukan sebaliknya pemilik tanah adat menjadi penonton dan investor menjadi pemilik tanah dengan dalil memiliki izin.

 

“Ini komitmen kami, agar masyarakat adat menjadi tuan di negerinya sendiri dan akan kami wujudkan dengan mengusulkan regulasi daerah di Papua tengah,” tutup Misiro.

 

Kemudian Emanuel Gobay, S.H., M.H, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua Tengah harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat sebagaimana diatur di dalam Pasal 42 ayat (2), UU Otonomi khusus (otsus). Hal itu disampaikan ketika menjadi pembicara tentang Hak atas Tanah Masyarakat Adat Papua dalam seminar yang dibikin oleh Walhi dan Jikalahari tersebut.

 

“Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat,” jelas Gobay.

 

Lebih lanjut Gobay menegaskan pengakuan Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang Pasal 18b ayat (2), UUD 1945.

 

“Oleh karena itu,” lanjut Gobay, “prinsipnya pemerintah Provinsi Papua Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan Pasal 43 (1), UU Otsus.”

 

Sebab menurutnya hak masyarakat adat telah dilindungi dalam peraturan perundang-undangan baik ditingkat nasional hingga internasional.

 

“Dalam rangka Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah sebagaimana sudah diatur didalam Pasal 28i ayat (4), UUD 1945,” pungkas Gobay menutup. (YoGo) 

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stella Misiro: Investor Datang Harus Sebagai Mitra Madat, Bukan Geser Pemilik Tanah
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan