
![]() |
Yulianus Iyai (kiri) sopir lintas kota dan Sonny Pigai (kanan) pekerja porter di terminal pasar karang, Nabire, Papua Tengah, Sabtu (10/5) Pagi. Foto: YoGo. |
TaDahNews.com, Nabire -- Kebijakan Efisiensi Prabowo-Gibran anggaran
menjadi sorotan tajam di tengah dinamika politik dan ekonomi nasional di
Indonesia. Efisiensi anggaran merupakan salah satu kebijakan utama yang
tertuang pada Intruksi Presiden (inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammdiyah
Suraktarta (UMS) Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, M.Hum, program ini memiliki
sejumlha pertentangan di saat ini.
Seperti yang dilansir di umn.id (21/02), Guru besar itu
menurutkan selain pendidikan, kesehatan, kebijakan efisiensi ini juga berpotensi
menurunkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di daerah
yang sangat bergantung pada dana APBN dan PDBD.
“Jika efisiensi ini benar-benar diterapkan, seharunya
dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya pada sektor yang langsung berdampak
pada Masyarakat,” tegas Guru besar itu dikutip pada Rabu (7/5).
***
Berkurangnya peredaran uang di masyarakat dan menurunnya
daya beli di pasar sangat berdampak pada para porter mobil lintas kota, sopir
mobil lintas bahkan kepada pengusaha/pemilik mobil lintas di terminal Pasar
Karang, Nabire, Papua Tengah.
Sonny Pigai, salah satu pemuda pasar karang, berprofesi
sebagai porter angkutan lintas antara Kota mengatakan kondisi pendapatan mereka
yang semakin terhimpit. Menurutnya sejak dua yang lalu pendapata mereka semakin
menurun.
“Pendapatan kami itu tergantung penumpang. Saat ini
penumpang tidak seramai dulu. Banyak mobil-mobil yang akhirnya merumahkan. Itu berdampak
ke masukan uang ke saku kami. Untuk perhari 100 ribu saja tidak sampai,” tutur
Sonny kepada awak media ini dari pasar karang, Sabtu (10/5) pagi.
Penumpang yang semakin sepih juga berdampak pada pendapatan para
sopir lintas. Yulianus Iyai, salah satu sopir lintas dari Nabir ke Paniai mengkwatirkan
Nasib para sopir lintas. Iyai justru lebih kwatir Nasib para sopir kontrak.
Mereka harus setor setiap bulan 4 juga sampai 5 juta. Tergantung jenis mobil
dan kesepakatan kontrak.
Akibat penumpang yang sepih, selama dua bulan terkahir ini
Iyai mendapatkan penumpang dan berangkat sebanyak dua kali. “Dalam dua bulan
ini hanya 2 kali saya narik ke Paniai. Itu juga hasilnya tidak sampai 3 juta.”
Sementara Itu Step Mote, salah satu sopir lintas mengakui
kondisi ekonomi yang semakin sulit akibat terminal pasar karang yang semakin
sunyi penumpang. Mote mengaku bahya Ia sudah mengembalikan mobil kepada
pemiliknya. “Setoran 5 juta perbulan. Lalu hanya sekali naik ke paniai dalam
dua bulan terakhir ini. Pendapatan kurang dari 1 juta. Karena itu saya
pulangkan mobilnya,” Jelas Mote saat menemuinya di pasar karang, kamis (8/5)
siang. Mote memilih tinggal kota dan pulang ke kampungnya berkebun di Keniapa,
Yaweidide.
Kondisi ini berdampak juga kepada pemilik mobil lintas kota.
Ibu Nonce, Perempuan asal makassar itu memiliki 13 mobil trans antar kota.
Sejak penumpang tidak lagi ramai, Ia memilih untuk merumahkan hamper semua
mobil dan 7 diantaranya Ia jual.
“Mobil Saya ada 13. Dulu semua beroperasi. Tetapi tiga bulan
terkahir ini pendapatan kurang, karena mobil tidak berangkat. Saya sudah jual 7
mobil, sisah 5 mobil. Dua saya parkir di terminal,”tutur Nonce kepada TaDahNews
pada senin (5/5) di pasar Karang.
Keputusan untuk merumahkan dan menjual 7 mobil milik Nonce,
menurutnya akibat pendapat yang menurun sudah tidak cukup untuk membiayai gaji
para sopirnya, termasuk beban perawatan mobil.
“Dek, uang tidak masuk begini beban juga semakin menumpuk, lebih baik begitu saja. Tinggal 2 mobil yang biasa parkir. sisah 3 mobil itu sudah di bengkel,” pungkas Ibu Nonce menutup.
Yohanes Gobai