
![]() |
Malvin Yobe, Koordinator Aksi Demo Damai yang tergabung dalam Suara Kaum Awam Katolik Regio Papua(#Foto - Suara Kaum Awam Katolik) |
[Tabloid Daerah], Nabire -- Suara Kaum Awam Katolik Regio Papua (SKAKRP) menggelar Aksi Demonstrasi (Demo) Damai guna menyampaikan situasi di Tanah Papua sedang tidak baik-baik saja apalagi pasca kebijakan Program Strategi Nasional (PSN) dari negara dengan genjar dilakukan di Merauke dan itu justru didukung juga oleh Uskup Agung Merauke.
Hal itu disampaikan oleh Malvin Yobe saat awak media TaDah News mengkonfirmasi via-WhatsApp, Selasa (20/5/2025), sore Waktu Papua (WP), tentang Aksi Demo spontanitas yang dilakukan SKAKRP, di depan Gereja Katedral Tiga Raja Timika. "Hari ini kami melakukan aksi di sini, itu kami biasa melakukannya di Jayapura, Wamena, di Keuskupan Agung Merauke, dan kali ini kami melakukannya di Timika. Yang mana, kami tolak pernyataan Bapak Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, M.S.C.," tutur Perwakilan SKAKRP, Malvin Yobe.
Yobe Menambahkan, pihaknya terus melakukan aksi penolakan itu dikarenakan, Uskup Agung Merauke yang saat ini disebut Usman mendukung investor dan negara yang berinvestasi di Tanah Adat milik Tanah Marga di Merauke, Papua Selatan.
"Bapak Usman dia mendukung negara, penguasa, pengusaha, untuk mencuri Tanah Adat masyarakat di Papua Selatan. Maka dari itu, Tanah Adat itu, Tanah milik marga. Bukan Tanah milik negara, bukan tanah milik gereja, dan bukan tanah milik bapak uskup [Usman]," tambah Yobe.
Tentang legalitas kepemilikan tanah, Yobe sebagai perwakilan SKAKRP mengatakan, jauh sebelum negara itu ada dan klaim wilayah, kemudian menjalankan pemerintahan di negri yang sebenarnya belum berpemerintahan di Tanah Papua ini, dan jauh sebelum gereja itu mulai ada dan berkembang. Itu, telah ada penghuni di Tanah Papua dan hidup berkembang.
Tentang kepemilikan tanah pun, Yobe menunjukkan bahwa penyebutan marga dan batas-batas adat itu sudah yang merupakan legalitas di atas Tanah Papua yang tidak kosong ini.
"Sertifikat tanah itu, marga. Bukan kertas yang dari luar datang main klaim dan patok sembarang-sembarang," kata Yobe.
Yobe juga membeberkan secara garis besar ajaran sosial Gereja Katolik Bagian Pertama yang dituliskan bahwa suka-duka umat Tuhan menjadi suka-duka Bapak Uskup, Pastor, Dewan Paroki, dan sebagainya. Kemudian, ensical do to skin, itu dikeluarkan oleh Vatikan pada Tahun 2015, yang artinya, Bumi menjadi rumah kita Bersama.
"Jadi, dalam ensical do to skin itu bagaimana cara untuk kita merawat hutan, kita merawat bumi itu, seperti; kita merawat kita punya rumah dan kita punya diri sendiri," beber Yobe.
Dalam Bacaan Alkitab [Umat Nasrani], Yakobus; Pasal 4, Ayat 17, Yobe menerangkan isi dari Ayat Bacaan yang terkandung di dalamnya bahwa, jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.
"Ayat ini menekankan bahwa mengetahui apa yang benar untuk dilakukan, namun tidak melaksanakannya, adalah dosa. Jadi, siapa yang mau bedosa jika hal yang tidak benar terjadi di depan kita. Jadi, jikalau Bapak Uskup, Bapak Pastor kalau lalai dalam menjalankan suara kenabian untuk umatnya yang sedang menjerit maka, pasti kita sebagau kaum awam katolik akan melakukan sikap protes," terang Yobe.
Yobe bilang, saat aksi itu benar bahwa ada banyak umat yang bertanya-tanya ini kenapa, ada apa. Tetapi, pihaknya menjelaskan situasi di Merauke dan Kelalaian Uskup Agung Merauke yang gagal melindungi umat Tuhan yang Tanahnya dirampas. Sehingga, kita melakukan protes dan aksi.
Beberapa kali kami diinterogasi oleh Polisi di situ, Intel, dan ada Pemuda Katolik yang bergabung dengan pihak kepolisian, mereka bersama-sama membubarkan aksi kami, dan justru Pemuda Katolik yang tangkap saya serahkan ke kepolisian.
Dengan situasi ini, Yobe menegaskan bahwa pihaknya sangat berharap agar penting untuk memahami kondisi dan situasi yang terjadi di Papua Selatan apalagi pasca diberlakukannya PSN.
"Pemuda Katolik Mimika harus memahami kondisi ril yang terjadi di Papua Selatan ini, kalau dibandingkan dengan Kabupaten Mimika, ini 3 atau 4 kali luas Timika ini habis dibabat. Nah, bagaimana sikap pemilik tanah adat di posisi ini. Inilah yang dialami Masyarakat Adat di Papua Selatan," tutup Yobe, jelas.(*)
Melkianus Dogopia