
[Tabloid Daerah],
Nabire – Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua menegaskan bahwa Okto Jemi
Magai Yogi adalah salah satu korban kriminalisasi dalam bisnis jual beli
senjata, khususnya di Nabire, Papua Tengah. Hal itu disampaikan usai pembacaan nota pledoi/pembelaan sidang
terdakwa Okto Jimmy M. Yogi di Pengadilan Negeri (PN) Nabire, pada Selasa
(27/5) siang.
Pada persidangan
sebelumnya di hari Kamis tanggal 15 Mei 2025 Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah
mengajukan Tuntutan Pidana kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Nabire
agar menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Okto Jemmy Magai Yogi dengan
Pidana Penjara selama 12 (dua belas) Tahun karena bersalah melakukan tindak
pidana tanpa hak menguasai, membawa, dan mempunyai dalam miliknya sesuatu
Amunisi, melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951
sebagai dakwaan tunggal Penuntut Umum.
Setelah mengemukakan
dan menganalisis fakta-fakta persidangan, bahwa unsur Barang Siapa /atau
memiliki dan menguasai amunisi tersebut, Emanuel Gobay, S.H., M.H, selaku
Penasehat Hukum terdakwa mengatakan bahwa selain terdakwa Okto sebagai pembeli,
ada Saksi berinisial MK yang bertindak sebagai penjual amunisi (selanjutnya
baca: Saksi MK) kepada Terdakwa yang statusnya belum lunas dan OB yang
bertindak sebagai pembawa AMUNISI dari Kabupaten Biak ke Kabupaten Nabire.
“Bahwa dengan melihat
banyaknya Orang atau Subjek Hukum yang terlibat dengan Amunisi yang merupakan
Objek Persoalan Hukum sehingga belum secara serta-merta menjadikan Terdakwa
Okto Jimy M Yogi sebagai satu-satunya Subjek Hukum dalam perkara ini,” jelas Gobay,
atas dasar itu, untuk dapatnya suatu perbuatan dipertanggungjawabkan kepada
terdakwa, sangat diperlukan dan tergantung pada pembuktian unsur-unsur lain
dari pasal yang didakwakan.
“Dengan demikian unsur Barang
Siapa, yang didakwa dan dituntut kepada Terdakwa, belum terbukti dan terpenuhi
secara sah menurut hukum, karena masih tergantung pembuktian unsur-unsur
lainnya,” tugas Gobay.
Kemudian PH Maria
Kobepa, S.H, mengatakan berdasarkan keterangan Saksi MK menyebutkan bahwa pada
bulan September 2024, OB membawa masuk amunisi ke Kabupaten Nabire dari
Kabupaten Biak. Setelah tiba di Nabire OB menghubungi saksi MK dan menyampaikan
bahwa dia sedang membawa AMUNISI yang disebut “Kacang” dari Kabupaten Biak dan
meminta kepada Saksi untuk mencari pembeli.
“Selanjutnya saksi MK
langsung menghubungi terdakwa Okto Jemy dan akhirnya disepakati transaksi
jual-beli AMUNISI,” terang Kobepa tentang amunisi yang dijual seharga Rp.
20.000.000 (dua puluh juta) dengan jumlah AMUNISI sekitar 100 (seratus) butir.
Perjanjian itu diterima
dan disepakati bersama sehingga terdakwa Okto memberikan uang sebesar Rp.
4.500.000 (empat juta lima ratus) dibayar secara kest dan ditambahkan lagi Uang
sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) dibayarkan secara transfer kepada saksi
MK dimana masih sisa Uang sebesar Rp. 12.500.000 (dua belas juta lima ratus
rupiah) yang belum dibayarkan oleh Terdakwa.
Bahwa berdasarkan fakta
kesepakatan perjanjian jual-beli Amunisi yang dilakukan oleh Terdakwa Okto
Jimmy dengan Saksi MK selaku penjual yang menunjukan bahwa Terdakwa Okto belum
melunasi Uang sebesar Rp. 12.500.000 (dua belas juta lima ratus rupiah), “dengan
demikian,” tambah PH Yustinus Butu, S.H., M.H, “ini menunjukan bukti bahwa yang
memiliki Amunisi tersebut adalah Saksi MK dan Saudara OB sebagai pemasok dari
Kab. Biak,” tukasnya.
Dalam persidangan
terdakwa Okto Jimmy juga dengan tegas mengatakan bahwa karena belum melunaskan,
sehingga Amunisi yang dipersoalkan adalah milik Saksi MK. Atas dasar itu,
menunjukan bukti bahwa Saksi MK dan OB terbukti menguasai dan memiliki “Tanpa
Hak Amunisi” yang dipersoalkan dalam perkara tersebut.
“Sehingga dakwaan dan
tuntutan JPU kepada terdakwa, tidak terbukti secara sah dan menyakinkan menurut
hukum,” tegas Butu kepada awak media ini usai sidang pembacaan pledoi di PN
Nabire. (#YoGo)