Iklan

iklan

Nabire: SPB Gelar Seminar dan Diskusi Publik

Tabloid Daerah
12.10.2022 | 4:51:00 PM WIB Last Updated 2022-12-10T09:26:26Z
iklan
"Penutupan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM), 10 Desember."



Nabire: SPB Gelar Seminar dan Diskusi Publik/@tadahnewsPK3


TaDahnews.com, Nabire -- Solidaritas Perempuan Bersatu (SPB) Kabupaten Nabire gelar seminar dan diskusi publik dalam rangka penutupan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan yang digelar pada 25 November lalu. Seminar tersebut digelar, Sabtu (10/12/2022) dari pagi sampai siang waktu Papua di Aula Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nabire.

Ketua SPB Nabire, Yusni Iyowau mengaku senang kegiatan tersebut bisa digelar. Puncak perayaan hari Anti Kekerasan terhadap perempuan sudah dilaksanakan dengan sejumlah kegiatan, seperti; diskusi, pembagian bunga kepada kaum perempuan di pasar-pasar. Selain itu, SPB juga sempat datangi ke para pasien di rumah sakit untuk memberi semangat sambil membagikan snack

“Kami juga lakukan diskusi live streaming perempuan,” jelas Iyowau.

Dalam seminar dan diskusi publik tersebut dibawakan sejumlah materi yang berkaitan dengan perempuan, diantaranya Paola Pakage, yang selama ini aktif bekerja sebagai Aktivis dan Relawan ODHA di Nabire. Paola menjelaskan bagaimana dirinya Bersama sejumlah aktivis lain dalam bekerja dengan hati.

Kata Paola, dirinya sudah bergerak belasan tahun walaupun tidak ada bantuan, perhatian serius, dan sentuhan dari pemerintah. Walaupun, menurut dia, ada banyak anggaran yang mengalir pada dinas terkait.

“Saya ini saksi hidup dari para penderita dari para ODHA di Nabire. Banyak anak muda di Nabire habis mati sia-sia. Fakta hidup hari ini sungguh sangat mengerikan,” kata Paola.

Maka itu, Paola meminta kepada anak-anak muda untuk tetap hidup setia pada satu pasangan. Dan, terus menjaga diri dan keluarga untuk bebas dari serangan virus yang mematikan ini.

Sementara untuk materi kedua, Abeth You, Wartawan Papua menantang kepada para perempuan Papua untuk harus berani untuk menulis. 

“Sudah waktunya perempuan Papua harus bisa menulis. Jangan mau ditulis oleh laki-laki terus. Hari ini saya tantang kepada perempuan Papua harus berani menulis,” tantang pendiri media online www.wagadei.com ini.

Wartawan pemberani asal Paniai ini mengatakan ada banyak hal yang mesti ditulis, mulai dari pribadi, keluarga, masyarakat bahkan tentang Papua dan seisinya. Ia juga meminta agar perempuan muda Papua untuk sudah saatnya mulai mengurangi tulis di media sosial. 

“Perempuan kalau menulis itu hebat. Apalagi menggunakan kreativitas sebagai seorang perempuan. Sangat bagus skali. Asal, sekarang itu harus ada niat untuk mau mulai menulis,” pungkas wartawan Ahli Madya ini.

Lanjut You, “Kenapa R.A Kartini terkenal hingga saat ini? Alasannya hanya satu. Dia pernah menulis sebuah buku. Dimana pada zaman itu perempuan tidak banyak yang menulis".

Selanjutnya, Kepala Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) Kabupaten Nabire, Yeremias Degei menjelaskan Perempuan dan Literasi Digital. Degei menjelaskan perkembangan zaman yang hari ini sudah memasuki era digital yang mengharuskan seorang perempuan harus bisa menguasai literasi digital.

“Satu hal yang paling penting saat ini bahwa perempuan harus melek digital. Harus kuasai literasi digital ini,” tegas Yeremias Degei.

Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Meepago, Oktovianus Marko Pekei yang membawa materi Perempuan dan Tanah Adat. Kedudukan perempuan dalam adat, kata Pekei, sama pentingnya dengan laki-laki. Hanya saja, sejauh ini kita telah lama hidup dalam sistim Patriarki yang sudah lama dianut. Salah satu kenyataan yang sering terjadi adalah pewarisan tanah lebih kepada laki-laki.

“Dalam proses kehidupan baik laki-laki maupun perempuan, sebenarnya perempuan mendapat pehatian. Karena, prinsipnya masyarakat adat hanya tahu mengizinkan soal tanah. Bukan jual belikan tanah adat," jelas Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Meepago.

Terkait dengan topik penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan, dibawakan oleh pengurus Green Papua, Yohanes Giyai.

"Posisi perempuan pada perkembangan masyarakat hari ini, itu, tidak terlepas dari perkembangan masyarakat dari yang sebelumnya. Dimana, pemerintah tradisional yang diperhadapkan dengan perkembangan pemerintahan yang modern saat ini. Bagaimana, harus memposisikan perempuan dan laki-laki yang punya hak sama. Kadang yang biasanya jadi masalah itu praktek sosialnya lain dan teorinya lain dalam hal kepemilikan," kata Giyai.

Tutupnya bahwa akar persoalan penindasan terhadap perempuan adalah Kapitalisme. Apalagi, negara ini dia menganut paham Liberalis-Kapitalistik.

Seminar dan diskusi publik tersebut diikuti puluhan anak muda Nabire hingga ditutup. (pk3/tadahnews)



Editor: Admin
Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Nabire: SPB Gelar Seminar dan Diskusi Publik

P O P U L E R

Trending Now

Iklan

iklan