Iklan

iklan

ULMWP: Kumpulan Pejuang Etno Nasionalis yang berwatak Birokrat, Konservatif dan Elitis

Editor - Tabloid Daerah
6.30.2025 | 9:59:00 AM WIB Last Updated 2025-06-30T01:15:05Z
iklan

ilustrasi gambar tentang persatuan. ilst


Oleh: Varra Iyaba * *) Aktivis Papua yang tinggal di Jayapura


“Intelektual Organik. Intelektual memainkan peran penting dalam membangun hegemoni, yaitu dominasi ideologis kultur dari suatu kelas sosial. Mereka membangun menyebarkan ide – ide yang mendukung kepentingan kelas mereka dan menggerakan perubahan sosial.” -- Antonio Gramsci, seorang pemikir Marxis Italia.

Tulisan ini sebagai bentuk kritik dan juga usul saran bagi kaum etno-nasionalis yang memegang kekuasaan dalam Front Persatuan yang disebut United Liberation Movement For West Papua (ULMWP). Tulisan ini ditulis berdasarkan dinamika Front Persatuan yang selalu pecah-belah dan mengalami kebuntuan dalam gerak perlawanan dengan beberapa indikator masalah yaitu, ambisi individu dan kepemimpinan fraksional, konstitusi yang kaku, birokrat konservatif, elitisme dalam front persatuan, yang membuat perjuangan jalan di tempat tanpa ada kemajuan apapun.

Latar Belakang

Kita sebagai generasi yang baru muncul dalam gerakan perjuangan pembebasan nasional Papua Barat, kami benar-benar mengamati dinamika perpecahan yang sangat masif dalam tubuh perjuangan.  Kita juga telah menyaksikan dialektika perjuangan ULMWP, sejak kemunculannya hingga saat ini dengan watak elitis, birokrat konservatif yang saat ini dipimpin oleh kaum etno-nasionalis dengan wajah revolusioner palsu.

Tentunya, sebagai generasi baru yang terlibat aktif dalam gerakan perlawanan juga sebagai pelopor perjuangan pembebasan rakyat hari ini, menyadari bahwa dinamika dalam front Persatuan atau ULMWP sungguh memprihatinkan, kondisi internal yang kacau-balau  tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa mencari jalan keluar, sehingga gerakan persatuan harus merumuskan taktik dan strategis bersama guna menghadapi masifnya penindasan kolonialisme terhadap rakyat Papua. Sejarah penindasan rakyat Papua yang panjang seperti ini harus membuat kita mencari strategi dan taktik (STRATAK) perlawanan yang tepat untuk pembebasan rakyat dari emansipasi kolonialisme Indonesia.

Taktik front persatuan diajukan pertama kali oleh komunis internasional di bawah kepemimpinan Lenin dan Trotsky pada tahun 1917 -22 untuk menghadapi tugas tantangan mendesak yang menghadapi partai - partai komunis di eropa. Kondisi yang terjadi adalah bahwa gerakan buruh di dominasi oleh kepemimpinan reformis borjuis kecil, secara umum kaum sosial demokrat, yang dipenuhi dengan satu pandangan kolaborasi kelas dan anti revolusioner yang utuh. 

Model bentuk Front persatuan ULMWP, rupanya demikian karena anti terhadap pandangan - pandangan revolusioner untuk memajukan perjuangan pembebasan nasional Papua barat. Lantas front persatuan ULMWP menjadi tempat pertumbuhan watak birokratisme konservatif dan anti terhadap organisasi revolusioner progresif. Doug Lorimer pernah katakana dalam artikelnya Aksi Massa, Aliansi, dan Taktik Front Persatuan, pada 1995 bahwa “Esensi dari taktik front persatuan hanya dua frasa: Berbaris Sendiri – Sendiri, Berdemonstrasi Bersama! dan Kebebasan Mengkritik, Kesatuan Tindakan!”

Kelompok Etno-Nasionalis dalam ULMWP anti kritik, birokrat konservatif, dan menunjukan watak otoritarianisme demi menjaga eksistensi kekuasaan. Sifat – sifat ini bertentangan dengan prinsip – prinsip taktik front persatuan revolusioner di dunia manapun, dan yang hanya bisa mempraktekkan itu kaum ultra kolonialisme demi menjaga eksistensi penjajahan.

Dalam analisa Marxis perjuangan rakyat Papua terus berdialektika, baik menunjukkan kualitas perjuangan, kemudian berkontradiksi membentuk kuantitas, lalu membentuk kualitas gerakan yang baru, dan terus bernegasi hingga tahun ini,  dengan bukti kita bisa lihat bahwa banyak gerakan revolusioner progresif muncul di Papua.

Tiga faksi dalam front persatuan ULMWP dan organisasi progresif di luar dari ULMWP terjadi kontradiksi perspektif politik dan ideology, misalnya pandangan kawan-kawan gerakan progresif menganggap bahwa seharusnya  mencari format Front persatuan yang tepat, untuk membangun kekuatan perlawanan bersama dengan melihat kondisi rakyat yang lagi hancur – hancuran.  Front persatuan ULMWP harus menggunakan banyak strategi dan taktik perlawanan, dan bahkan  satu kali 24 jam terus berubah demi mencapai kemenangan.

Sudah menjadi rahasia umum lagi bawah perpecahan dalam tubuh Front persatuan ULMWP dari tahun 2017 hingga sekarang 2025 bukan karena persoalan yang ideologis, melainkan ambisi Individu dan ambisi kepemimpinan fraksional. Jika kita belajar tentang revolusi Bolshevik di rusia, maka kita akan memahami perpecahan yang terjadi antara partai Bolshevik yang dipimpin oleh Lenin dan Partai Menshevik di Rusia bukan karena persoalan ambisi kekuasaan struktural, akan tetapi karena persoalan ideology.

Kritik Partai Bolshevik yang dipimpin oleh Lenin terhadap Partai Menshevik terlebih pada pandangan strategi-taktik (stratak), metode dan pola perjuanganya. “Partai Bolshevik menuduh Menshevik tidak memiliki strategi yang jelas dan ambisius dalam melakukan revolusi. Mereka percaya bahwa revolusi hanya bisa berhasil melalui aliansi dengan kaum tani dan tindakan yang lebih radikal. Menshevik di sisi lain, lebih memilih untuk bekerja sama dengan partai – partai borjuis dalam sebuah aliansi yang lebih luas.

Tetapi partai Bolshevik memiliki keyakinan bahwa proletariat adalah kekuatan revolusioner utama dan harus mengambil alih kekuasaan melalui soviet - soviet mereka. Bolshevik percaya bahwa revolusi harus diikuti dengan pembentukan negara sosialis yang kuat dan terpusat. Mereka menentang gagasan – gagasan Menshevik tentang negara liberal yang lebih lemah dan birokratis, elitis, dan oportunis.”

Kita kalau lihat lagi kritik Partai Komunis Tiongkok yang diPimpin oleh Mao Zedong terhadap partai Liberal Kuomintang karena perbedaan pandangan ideologis memicu perang saudara. Mereka memiliki satu musuh yaitu imperialisme jepang yang menguasai wilayah tiongkok, tetapi dalam perjuangan mengusir imperialisme asing dengan pandangan ideologis yang berbedah. Setelah partai komunis Tiongkok dan Kuomintang mengusir imperialisme Asing /Jepang, perang saudara masih berlanjut karena pemerintahan pada waktu itu yang dipimpin oleh kelompok liberal Kuomintang, pada akhirnya perang saudara itu dimenangkan oleh Partai Komunis Tiongkok yang dipimpin langsung Mao Tse Zedong mendirikan  Republik Rakyat Tiongkok (RRT), pada 1 Oktober 1949.

Pembahasan

Awal munculnya ULMWP dengan satu visi yaitu, bersatu dalam front untuk menyerang musuh secara bersama. Namun ambisi Individu dan ambisi kepemimpinan fraksional dalam Front Persatuan ULMWP menghancurkan bergerak bersama melawan segala bentuk penindasan yang dilanggengkan oleh kolonialisme, kapitalisme monopoli, dan imperialisme asing. Kelompok faksional yang menamakan diri pendiri ULMWP juga tidak tunduk pada keputusan – keputusan kolektif bersama demi memajukan perjuangan. Tetapi 3 faksi inilah yang menjadi aktor kehancuran persatuan nasional karena ambisi kekuasaan politik tanpa memikirkan strategi dan taktik perlawanan secara bersama.

Konstitusi yang prematur dalam Front ULMWP, mempersulit langkah gerakan perlawanan rakyat karena aturan front persatuan, pembangunan struktur, sistem, dan mekanisme yang birokratis atau semi pemerintahan. Hal ini membuat kepemimpinan dalam front persatuan ULMWP terlihat otoritarianisme, elitis, anti kritik, dan tidak bergigi untuk menyerang musuh bersama rakyat. Dalam kondisi hak masyarakat adat  lagi di rampok, darurat militerisme, krisis lingkungan, marginalisasi, dan eksploitasi yang lagi massif ini harus ada kepeloporan dari front ULMWP, tetapi faktanya front persatuan tunduk ikut serta  menikmati penindasan yang dilanggengkan oleh kolonialisme Indonesia.

ULMWP menghancurkan gerakan perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh TPNPB karena kepentingan kekuasaan  faksional, perlawanan bersenjata saling klaim antara NPWP/NGR, NRFPB, dan WPNCL. Ambisi 3 faksi ini membuat perlawanan bersenjata mengalami demoralisasi sangat luar biasa, dan mengambil komando perlawanan bersenjata tidak terstruktur, sistematis, dan masif. Seharusnya 3 faksi dalam ULMWP tidak intervensi gerakan perlawanan TPNPB, dan sudah pasti mereka tunduk di bawah satu komando perlawanan demi mengakhiri penderitaan rakyat. Tetapi mereka mengambil komando perlawanan bersenjata masing – masing karena faktor intervensi gerakan sipil yang saling mengklaim demi kepentingan faksional dalam ULMWP.

ULMWP memberikan legitimasi konflik dan tidak mampu menyelesaikan konflik antara sesama organisasi perjuangan sipil maupun militer TPNPB karena ada beberapa persoalan pokok yang belum pernah terselesaikan dengan baik yaitu sebagai berikut:

Pertama, Organisasi revolusioner progresif  menolak  bentuk struktur ULMWP yang birokratis, elitis, dan semi pemerintahan yang membuat perlawanan kaku. Tetapi setiap tawaran konsep, ide, gagasan dan pemikiran organisasi revolusioner progresif tidak diterima oleh 3 faksi dalam United Liberation Movement For West Papua (ULMWP), hal ini menunjukan watak otoritarianisme konservatif kaum nasionalis yang memegang kendali kekuasaan dalam front persatuan.

Kedua, Konflik antara TPNPB ini telah terjadi dari tahun 1971 hingga saat ini 2025, namun ULMWP tidak mampu menyelesaikan. Tetapi faktanya menunjukkan 3 faksi dalam ULMWP yang menjadi aktor dibalik perpecahan kelompok bersenjata di rimba raya Papua.  Konflik antara KOMNAS TPNPB/ OPM vs WPA, MAKODAM.

TPNPB/OPM vs KOMNAS TPNPB, KOMNAS TPNPB/OPM vs TRWP, dan TNPB vs TPNPB

Perpecahan lintas militer Papua Barat berdampak pada Gerakan sipil di kota. Hal ini terlihat pada peristiwa penyerangan terhadap beberapa anggota organisasi di Expo kantor Dewan Adat Papua (DAP), pada 30 April 2023 saat persiapan aksi 1 Mei 2023 yang mengkoordinir oleh kawan Jefry Wenda kepala biro departemen politik ULMWP.

Ada juga konflik lintas gerakan sipil sangat massif tetapi tidak ada jalan keluar untuk mennyelesaikan setiap polemic yang berkembang, dan ULMWP menunjukan sikap ambigu dengan kondisi internal gerakan perjuangan. Kekhawatirannya hal ini menjadi potensi konflik di suatu kelak, ketika ada problem baru muncul di internal gerakan perjuangan pembebasan nasional Papua Barat.

ULMWP ambigu dengan situasi penindasan, eksploitasi, perampokan, marginalisasi, seksisme, dan rasisme terhadap rakyat Papua. Rakyat Papua mengalami penindasan dari sejak 60-an sampai sekarang 2025, dalam dialektika penindasan yang panjang itu melahirkan front persatuan rakyat yang dinamai ULMWP, tetapi front persatuan ini bukan lagi menjadi pedang perjuangan yang mampu memutuskan mata rantai penindasan.

Dan kami katakan ULMWP sekarang ini kumpulan kaum nasionalis  konservatif yang tidak memiliki gigi karena tidak punya sikap politik dan ideology yang jelas untuk menentang segala bentuk penindasan yang dilanggengkan oleh penjajah di tanah Papua. Dalam kondisi rakyat Papua menerima penindasan yang berlipat ganda, ULMWP sebagai front persatuan organisasi seharusnya memimpin perlawanan bersama rakyat. Artinya memberikan keyakinan dan membangun kepercayaan kepada rakyat Papua bahwa ada harapan dibalik perjuangan pembebasan nasional Papua barat.

Tidak ada ruang pendidikan revolusioner dalam ULMWP ini satu problem serius yang menentukan watak front persatuan yang liberal, nasionalis, elitis,  birokratis, dan semi pemerintahan yang konservatif. Pendidikan politik (DIKPOL) yang mampu membentuk watak perjuangan revolusioner, dan menganalisis kelas tertindas dalam rangka menjawab perjuangan pembebasan nasional Papua barat.

Rekomendasi

Pertama, Apabila ULMWP memiliki keinginan  untuk merangkul seluruh komponen perjuangan pembebasan nasional Papua barat, segera menggugurkan By Law Trias Politica 2017 – 2023 kemarin, dan kembalikan ke wadah koordinatif.

Kedua, Kelompok PNWP/NGR, NRFPB, dan WPNCL yang menamakan diri sebagai pendiri ULMWP, agar segera hentikan klaim perlawanan bersenjata karena perpecahan terjadi dalam tubuh TPNPB disebabkan oleh klaim antara 3 faksi dalam ULMWP itu sendiri.

Ketiga, Front persatuan ULMWP agar  segera menyelesaikan konflik lintas TPNPB dan gerakan sipil, sebelum menuju ke  kongres 2028.

Keempat, dalam kondisi rakyat mengalami kejahatan luar biasa seperti ini, ULMWP harus memiliki sikap politik dan ideologi yang jelas dan tepat. 

Kelima, Front persatuan ULMWP agar segera hentikan mempraktikan sikap anti kritik, tidak demokratis, dan kolektif.

 

Daftar Pustaka

Artikel Doug Lorimer Volume 5 – 6 diterbitkan pada 1995 tentang Aksi Massa, Aliansi dan Taktik Front Persatuan.

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • ULMWP: Kumpulan Pejuang Etno Nasionalis yang berwatak Birokrat, Konservatif dan Elitis
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan