Iklan

iklan

Tanggapi Rencana PSN dan Batalyon, IMT Bali Lakukan Diskusi Film

Editor - Tabloid Daerah
7.01.2025 | 10:24:00 AM WIB Last Updated 2025-07-01T01:24:44Z
iklan
Situasi saat foto bersama usai Ikatan Mahasiswa Tambraw di Denpasar, Bali,  melakukan dikusi dan nobar film terkait hutan dan masyarakat adat Tabraw, pada Senin (30/6) di Asrama Mahasiswa asal Tambraw. Foto: Maxi Sufi--TaDahNews 


[Tabloid Daerah], Bali-- Ikatan Mahasiswa Tambrauw (IMT) di Kota Denpasar, Bali melakukan Diskusi dan Nobar Film terkait Hutan dan Masyarakat Adat Tambrauw, pada Senin (30/6/2025) di Asrama Mahasiswa Tambraw. Kegiatan tersebut dilakukan guna merespon rencana Proyek Strategi Nasional (PSN) berbasis Sawit dan Pembangunan Batalyon Teritorial di Kabupaten Tambrauw. 


Film yang di-nonton pada kegiatan tersebut adalah Film Dokumenter "Indigenous Women of Mpur Swor". Film tersebut mendokumentasikan tentang bagaimana Mama-mama Suku Mpur Swor di Lembah Kebar, Kabupaten Tambrauw untuk mempertahankan hutan adatnya dari ancaman perusahaan, terutama perusahaan Sawit. 


"Untuk mempertahankan hutan dan tanah adatnya, Perempuan Adat Mpur Swor menegaskan kembali bahwa tanah, air dan hutan adalah milik masyarakat adat," pesan dalam film dokumenter oleh Asia Justice and Rights tersebut. 


Usai menyaksikan film dokumenter tersebut, Mahasiswa Tambrauw di Bali melanjutkan dengan Diskusi. Mereka menegaskan bahwa Mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan dan mengkampanyekan keresahan masyarakat, terutama soal masyarakat adat yang sedang hadapi ancaman. 


"Mama-mama Papua bisa sadar dan bersuara, menolak perusahaan untuk selamatkan hutan, maka harusnya Mahasiswa lebih lantang untuk berbicara terkait keselamatan hutan". 


Juga disinggung soal Militer. Dalam diskusi yang dibarengi dengan pemutaran film itu, mereka mengatakan bahwasannya Militer menjadi bagian dari perusahaan. "Militer adalah pelindung investor, mereka akan lakukan berbagai cara, termasuk membunuh rakyat demi melancarkan investasi," tutur mereka dalam diskusi itu.


"Akar dari semua ketidakadilan, perampasan, pemerkosaan , pembunuhan, penghisapan di Tanah West papua adalah sejarah panjang yang masih terus terjadi hingga detik ini".


Juga soal berbagai konflik agraria di wilayah Lapago, khususnya Wamena yang berkaitan dengan pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. Ada indikasi perampasan tanah adat, tanpa izin masyarakat adat. Juga di Selatan Papua, Merauke, Bovendigoel, lalu di Barat Papua, Sorong dan wilayah Papua lainnya. 


Lebih lanjut, di Nabire soal perusahaan kayu yang menyebabkan deforestasi. Juga soal Tambang Emas Ilegal di Waropen. Kemudian, juga dilihat soal Limbah Tailing Freeport yang berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah Pesisir Mimika. 


Masalah kebijakan, disinggung terkait Otonomi Khusus (Otsus) di Papua bahwa "Praktek Otsus di Papua tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya, seperti di beberapa daerah otonomi yang ada di Indonesia dan dunia".


Di akhir Diskusi, mereka menuliskan beberapa tuntutan pada poster, seperti "Tolak PSN di Sorong dan Tambrauw", "Tolak Pembangunan Batalyon di Tambrauw", "Dengar Suara Rakyat, bukan Suara Investor",  "Hentikan Operasi Militer di Seluruh Tanah Papua" dan berbagai tuntutan lainnya. 


Lalu ditutup dengan menyampaikan pernyataan sikap, yaitu " Kami Front Selamatkan Hutan dan Masyarakat Adat Tambrauw Menolak PSN dan Pembangunan Batalyon di Tambrauw". 


Reporter: Maxi Syufi

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tanggapi Rencana PSN dan Batalyon, IMT Bali Lakukan Diskusi Film
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan