Iklan

iklan

Pernyataan Sikap: Tolak Tambang Nikel, Selamatkan Raja Ampat

Editor - Tabloid Daerah
6.10.2025 | 11:30:00 PM WIB Last Updated 2025-06-10T14:58:40Z
iklan

Foto Saat aksi massa Gerakan Solidaritas Untuk Raja Ampat tolak tambang Nikel di Raja Ampat, Selasa (10/6). Sumber: Arah Juang
 

GERAKAN SOLIDARITAS UNTUK RAJA AMPAT

 

Tolak Tambang Nikel, Selamatkan Raja Ampat!

 

Raja Ampat yang indah tengah di ambang kehancuran. Sejumlah perusahaan beroperasi disana. Di antaranya PT Gag Nikel di Pulau Gag, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawei, PT Raymod Perkasa di Pulau Batang Pele, dan PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran. Dari hasil temuan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), ditemukan bahwa beberapa perusahaan beroperasi secara illegal, dan lainnya berpotensi merusak lingkungan.


KLH menyatakan bahwa pulau-pulau yang ditambang adalah kurang dari batas aman yang ditetapkan dalam UU NO 1 Tahun 2014, sehingga tidak boleh ditambang karena akan menghilangkan pulau untuk selamanya. Sementara temuan lain adalah beberapa perusahaan tidak memiliki izin, dan lainnya tidak memiliki manajemen lingkungan dan pengolahan air limbah sebelum dibuang.


Oleh karena itu, KLH menyegel semua pulau. Tetapi alih-alih menanggapi temuan ini, Menteri ESDM, Bahlil Lahadaila—justru mengambil tindakan sebaliknya. Ia berdiri dari kejauhan dan menyatakan dengan santai bahwa semua perusahaan dihentikan sementara. Kemudian, tanggal 7 Juni 2025, ia melakukan kunjungan ke Raja Ampat.


Dari hasil jalan-jalan ini, Bahlil menyimpulkan bahwa Raja Ampat baik-baik saja. Ini juga diperkuat oleh Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu. Tetapi ini adalah pembohongan publik. Karena bukan saja bertentangan dengan temuan illmiah dari KLH, tetapi juga fakta-fakta lain yang bersebaran di lapangan.


Aktivitas pertambangan nikel jelas adalah aktivitas yang merusak. Sedimenya akan terbawa ke laut dan merusak 75% karang yang ada disana. Kemudian hilir-mudik tongkang yang akan mengangkut hasil pertambangan juga akan merusak lalu-lintas satwa endemik seperti penyu sisik, manta ray, dsb. Memang hari ini dampaknya belum besar, karena memang mayoritas perusahaan baru beroperasi, akan beroperasi, dan satu di Pulau Gag sudah beroperasi.


Tapi siapa yang akan menjamin kenyamanan setelah semua perusahaan beroperasi? Temuan KLH sudah jelas, bahwa mayoritas perusahaan tidak memiliki kelayakan AMDAL, dan di luar batas aman pulau yang layak dikeruk. Maka argument Bahlil dan Gubernur Elisa Kambu adalah argumen tanpa data dan tidak mendasar sama sekali.


Pulau seperti Pulau Batang Pele tidak bisa dikeruk. Bukan hanya karena terlalu kecil, tetapi juga berdekatan langsung dengan Piaynemo, Wayag, dan Yetnabi—yang menjadi pusat pariwisata kelas dunia yang terdapat di Raja Ampat. Demikian juga Pulau Kawei, Manuran, dsb. Kawasan- kawasan ini juga termasuk Geopark UNESCO dan Suaka Perairan yang dilindungi. Sehingga tidak bisa ditambang sama sekali.


Pertambangan nikel telah terbukti gagal dan merusak di berbagai daerah. Mulai dari Teluk Weda di Halmahera hingga Morowali di Sulewasi Selatan. Sedimentasi tinggi menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Selain itu, kemiskinan dan penyakit tumbuh merata di sana.


Hasil riset Universitas Tadulako dan Ne3sus Foundation (2025) menyimpulkan terdapat kadar nikel dalam darah manusia yang hidup area sekitar tambang nikel. Kemudian Michaella GY Lo dan Tim Jurnal One Heart (2024) melaporkan dari 7.721 desa di area tambang di Sulawesi, tidak mengalami peningkatan ekonomi alias tetap miskin seperti biasanya.


Laporan lain dari Greenpeace 2025 juga menunjukkan jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) di tempat pembarakan bijih nikel juga meningkat menjadi 1.148 orang/tahun. Sementara WALHI Indonesia melaporkan banjir besar menghantam Teluk Weda setiap tahun sejak tambang nikel mulai beroperasi.


Sehingga, dari fakta-fakta ini sangat jelas bahwa rekam jejak tambang nikel adalah kerusakan lingkungan dan penderitaan. Karena itu, apabila para mafia ini mulai merambah kukunya di Raja Ampat, kita dapat memastikan hal demikian pun akan terjadi di Raja Ampat dan laut Papua secara keseluruhan.


Mayoritas pemegang saham dalam perusahan-perusahan nikel juga adalah para elit asal Tingkok dan Perancis. Sehingga berharap bahwa ekonomi masyarakat lokal akan berkembang baik adalah tipu daya paling menyesatkan. Memang ada lapangan pekerjaan untuk segelintir orang, tetapi kerusakan yang dihasilkan akan mengakibatkan ribuan orang menderita, termasuk generasi yang akan datang.


Baik Gubernur Papua Barat Daya maupun Menteri ESDM, sama-sama mengatakan bahwa tambang untuk kesejahteraan dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Argumen ini sepenuhnya kontradiktif. Sebab, Raja Ampat adalah kawasan wisata kelas dunia yang diminati oleh semua manusia di dunia. Maka alih-alih tambang nikel, pariwisata justru lebih menjanjikan.


Selain itu, pertambangan adalah sesuatu yang bersifat sementara dan tidak berkelanjutan. Pulau akan dikeruk hingga selesai, dan selanjutnya tidak ada apa-apa lagi. Generasi selanjutnya tidak mendapatkan manfaat serupa. Maka pandangan yang menempatkan pertambangan sebagai ujung tombak ekonomi adalah pandangan yang pendek, dan tidak berkelanjutan.


Selanjutnya, hilirisasi demi tujuan transisi energi bersih sebagaimana pidato Prabowo-Gibran juga sepenuhnya menyesatkan. Mereka berbiacara soal energi yang ramah lingkungan, tetapi menghancurkan alam untuk tujuan itu. Maka argument semacam ini sepenuhnya kontrakdiktif dan cacat secara logika. Oleh sebab itu, kami menolaknya. Transisi energi harus menggunakan energi yang ramah lingkungan seperti air, matahari dan sebagainya. Bukan energi fosil yang mengeruk bumi secara brutal.


Pertambangan nikel di seluruh Indonesia telah menunjukkan kegagalannya. Sehingga bukan tidak mungkin Raja Ampat pun demikian. Ini bukan kebetulan. Tetapi corak produksi yang berlandaskan motif profit atau kapitalisme memang demikian. Tidak peduli alam dihancurkan, yang penting adalah keuntungan. Demikian juga bukan untuk kesejahteraan, tetapi demi keuntungan pribadi.


Sejarah telah mengkofirmasi semua ini. Bahkan di daerah Timika, tempat penghasil emas, tembaga, dan uranium terbesar dunia—hari ini menempati posisi nomor satu wilayah paling miskin di Indonesia. Demikian pun di Teluk Weda Halmahera, Morowali Sulawesi Selatan, dan sebagainya.


Berbiacara soal pertambangan di Papua tidak bisa terlepas dari ketamakan kapitalisme dunia yang rakus dan tidak segan-segan menghancurkan alam Indonesia demi keuntungan bagi mereka. Setelah membabat dan mengeruk habis Pulau Kalimantan dan Sumatera, sekarang Papua menjadi target berikutnya. Ini dibuktikan dengan maraknya investasi asing yang dibungkus dengan narasi Proyek Strategis Nasional (PSN).


Proyek-proyek ini telah menghacurkan alam Indonesia secara luas biasa, dan melibatkan mobilisasi militer secara massif. Rangkap jataban menjadi tontonan sehari-hari, korupsi, dan juga kolusi. Demokrasi merosok hingga titik paling akhir, dan rakyat sekarang sedang menderita kemiskinan paling parah. Ribuan buruh juga telah di-PHK secara masal, dan jutaan petani kehilangan tanah. Termasuk juga masyarakat adat di Papua.


Di Provinsi Papua Barat Daya, selain tambang nikel di Raja Ampat. Para bos investor juga sedang menargetkan ribuan hektar tanah-tanah adat untuk perkebunan sawit. Kejahatan ini akan merusak keaneka ragaman hayati Papua yang indah, tetapi juga terlepasnya ribuan tanah dari penduduk asli. Ini merupakan proses proletariasi masyarakat lokal untuk menciptakan ketergantungan bagi sirkuit modal.


Ini berarti kita tidak lagi berdaulat, dan hidup bergantung sepenuhnya pada sirkulasi modal yang tidak menentu. Ini adalah awal dari jatuhnya sebuah bangsa dalam pelukan kapitalisme demi tujuan mereka yang sempit yaitu keuntungan, alih-alih kegunanaan.


Berdasarkan latar belakang tersebutkan di atas maka, kami atas nama Gerakan Solidaritas Untuk Raja Ampat menyatakan sikap sebagai berikut:


1.     Menolak dengan tegas dan mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk mencabut semua Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel di Raja Ampat.


2.     Mendesak Menteri ESDM, Bahlil Lahadaila untuk mengehentikan secara permanen semua pengoperasian pertambangan di Raja Ampat, termasuk PT Gag Nikel yang telah beroperasi sejak tahun 2017.


3.     Mendesak Gubernur Provinsi Papua Barat Daya, Elisa Kambu untuk segera mencabut peryataannya bahwa aspirasi masyarakat tentang tambang nikel di Raja Ampat dan segera meminta maaf kepada seluruh elemen masyarakat yang telah dilukai!


4.     Pemerintah Daerah dan Pusat segera lindungi Raja Ampat dan mengakui hak masyarakat adat yang harus dilindungi!


5.     Menolak dengan tegas semua rencana pembukaan lahan sawit di seluruh teritori Provinsi Papua Barat Daya!


6.     Menolak dengan tegas semua proyek akstraktif dan perusahaan yang merusak alam di seluruh tanah Papua!


7.       Menolak kembalinya Dwi Fungsi ABRI melalui Undang-Undang TNI!


8.     Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua!

 

Demikian peryataan sikap ini kami sampaikan. Atas Perhatiannya kami sampaikan terima kasih.

 

Sorong, 10 Juni 2025

 

Abner Dimara Koodinator Umum

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pernyataan Sikap: Tolak Tambang Nikel, Selamatkan Raja Ampat
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan