Iklan

iklan

Kewita Gandeng Biyung Jogja Gelar Pelatihan Pembuatan Pembalut Kain

Yohanes Gobay
5.19.2025 | 5:35:00 PM WIB Last Updated 2025-05-19T08:59:08Z
iklan
Foto bersama peserta, panitia penyelenggara usai gelar kegiatan selama 3 hari, di rumah Kewita, berlokasi di Yapis, Nabire, Papua Tengah, pada kamis (15/5) sore. Foto: Doc. Kewita.

TaDahNews.com, Nabire – Kewita bekerjasama dengan Lembaga Biyung dari Yogyakarta membikin kegiatan pelatihan Kesehatan Menstruasi danPembuatan Pembalut Kain di rumah Kewita, yang berlokasi di Yapis, Nabire, Provinsi Papua, Tengah. Giat ini berlangsung selama 3 hari, dari 13 Mei – 15 Mei 2025.


Kegiatan ini direspon baik oleh peserta.  


Sebagai peserta, Marselina Motte salah satu peserta dari Deiyai menuturkan bahwa kegiatan ini sangat bagus, “terutama untuk kitong Perempuan.”


kata Mote kegiatan ini juga sesuai dengan nama tempat, di rumah Kewita, artinya, rumah Perempuan. “Jadi kami bebas bicara apa saja menyangkut privasi kami sebagai Perempuan. Baik itu reproduksi Perempuan, menstruasi, dst.” Tuturnya usai kegiatan, kamis (15/5) sore.


Kaitannya dengan pelatihan tersebut, bagaimana perempuan harus menjaga alat reproduksi, hak Kesehatan menstruasi, dan, menurut Mote, ini sangat bagus karena kegiatan ini diajak belajar bersama, berbagi cerita dan saling mendengarkan kepada sesama Perempuan, tentang apa Kesehatan menstruasi, dan belajar memahami siklus menstruasi.


“Ternyata saya juga baru memahami jalannya menstruasi dan Kesehatan menstruasi ini lebih banyak melalui kegiatan ini,” tutur Mote mengapresiasi.  


Melalui pelatihan pembuatan pembalut kain ini menerima banyak manfaat. Dari sisi ekonomisnya, bahan-bahannya sangat murah dan mudah didapatkan di rumah. Lalu dari sisi ekologisnya, bisa mengurangi plastic sampah.


Perempuan biasanya menggunakan pembalut dari plastik yang dijual di tokoh, dst. Dengan adanya pelatihan ini, menurut Mote, dapat menyadari bahwa pertama bisa mengurangi sampah plastik. Kedua, bisa menghindari penyakit yang diakibatkan dari bakteri pada daerah kewanitaan. Misalnya kanker Rahim, dan sebagainya.


“Dengan adanya pelatihan pembuatan pembalut kain ini, bila lanjutkan produksinya dan digunakan, maka bisa terhindar dari dampak-dampak ini.” Imbuhnya.


Harapannya, dengan adanya kegiatan tersebut, mereka bisa menghasilkan lebih banyak lagi, untuk dibagikan kepada perempuan-perempuan sambil melatih, terutama Perempuan-perempuan yang ada di pelosok, yang sulit mendapatkan akses pengetahuan semacam ini. “Juga kepada Perempuan-perempuan yang berada di daerah yang lingkungannya mesti dijaga. Misalnya di Paniai, termasuk saya dari Deiyai.” Lanjut Mote.


Kenapa? Danau itu harus dijaga dari sampah apapun. Karena mata penjarian mama-mama itu ada di danau tersebut. Lalu banyak aliran Sungai yang mengarah ke danau. Lantas kalau Perempuan menggunakan pembalut dari tokoh, pembalut plastic, lalu itu dibuang ke danau, atau di kali yang akan bermuara ke danau, maka tentu akan terjadi pencemaran yang tidak baik. Dan itu bisa berdampak juga pada kerusakan ekosistem danau. Bahkan bisa berdampak juga pada Kesehatan tubuh manusia.


Dari segi ekonomis, menurut mote, pembuatan pembalut kain ini bisa menjadi industry home. Waktu senggang bisa dijahit karena ini tidak membutuhkan mesin. Hanya membutuhkan jarum, benang, dan beberapa bahan yang itu bisa dapatkan di rumah, bahkan di pasar. Misalnya bahan kaos, mantel, dst. “Jadi barang-barangnya mudah, simple, dan bisa kita dapatkan di dekat kami,” tukas Mote, Perempuan asal Deiyai itu.

***


Pelatihan ini dipandu oleh Westiani Agustin dari Lembaga Biyung yang terpusat di Yogyakarta, Jawa Tengah. Diundang Kewita untuk memberikan edukasi dan keterampilan terkait Kesehatan menstruasi dan pelatihan pembuatan pembalut kain.


Tujuannya untuk dapat memberikan, khususnya di Papua Tengah, untuk dapat lebih memahami tentang kebutuhan, hak Kesehatan Perempuan, terutama kaitannya dengan menstruasi. Karena selama ini, menurut Westiani, perempuan banyak distigma; karena dia menstruasi jadi dianggap kotor, kemudian, semakin direndahkan posisi dia dalam keluarga.


Kemudian dengan belajar hak Kesehatan menstruasi, menurut Westiani, teman-teman Perempuan ini harapannya bisa menjadi lebih menghargai tubuhnya, kemudian menambah kekuatannya untuk bicara tentang hak Perempuan tentang hidup yang lebih sehat dan bermartabat.


Kemudian menjahit pembalut juga tujuannya untuk kita bisa lebih mandiri. Tidak tergantung dengan kebutuhan pembalut yang memang [harganya] sangat besar. “Karena itu menjadi bagian dari kebutuhan pokok Perempuan yang menstruasi. Jadi kami setiap bulan harus mengeluarkan biaya untuk beli pembalut.” Terang Westi kepada TaDahNews usai kegiatan.


Kemudian beberapa peserta menyatakan bahwa sebenarnya mereka juga tidak memakai pembalut dari tokoh tetapi dengan bisa menjahitnya sendiri pembalut dari kain, dari bahan yang ada di rumah, itu bisa membuat mereka lebih nyaman dalam beraktivitas. Kemudian bisa lebih sehat juga.


“Karena menggunakan bahan yang kita tahu itu ada didalam rumah, bahan yang bisa dipakai ulang; dan itu menghemat selama empat sampai lima tahun. kita tidak lagi membeli pembalut sekali pakai; tidak lagi mencuci kain satu persatu. Tetapi ini pembalut yang dijahit seperti pembalut dari tokoh; dan itu mudah dicuci dan mudah digunakan," jelas Westiani tentang keunggulan dari pembalut kain.


Jadi harapannya dengan kesadaran baru tentang kebutuhan dan Kesehatan Perempuan, dan memiliki keterampilan baru membuat pembalut kain, lanjut Westiani, itu bisa membantu teman-teman Perempuan di Papua tengah untuk bisa menjadi lebih sehat, menghemat pengeluaran dan juga membantu teman-teman yang lain.


“Karena setelah kegiatan ini teman-teman [peserta] akan menjahit pembalut kain dalam jumlah 300 lembar, dan itu akan dibagikan kepada teman-teman di komunitas yang nantinya akan mengikuti kegiatan lanjutan dari program-program kewita yang ada di Nabire, Paniai, Dogiyai, dan di Deiyai, dan sekitarnya.” Katanya.  


Program Biyung


Kesehatan menstruasi dan pembuatan pembalut kain menjadi program utama Biyung Yogyakarta Sejak tahun 2018. Kemudian bekerja-sama dengan Kewita sejak tahun 2020. Pelatihan ini juga dilakukan di Jayapura (sentani), Manokwari, dan di Pegaf (2020).


Kemudian, untuk di Papua, tahun 2022 dilakukan di Sentani, Keerom, dan juga di Sorong Selatan, Papua Barat, dan Wamena. Lalu pada 2023 di Jayapura. Dan di 2025 di Nabire; dan akan dilanjutkan di Wamena, dan di Sentani.


Selama ini Westiani Agustin mengamati ada perubahan yang cukup signifikan sejauh ini. Karena sangat banyak Perempuan yang merespon kemudian bergulir, banyak kolaborasi dalam kegiatan yang sama, kemudian, bersama Biyung galang donasi untuk teman-teman [Perempuan] yang lanjut menjahit bisa produksi dalam jumlah banyak. Dan hasilnya itu dibagikan di kampungnya, di wilayah tempat tinggalnya.


“Karena tidak semuanya bisa menjahit dan tidak semuanya juga bisa memiliki pembalut kain yang diproduksi.” Terang Westi.


Dan [melalui pelatihan tersebut] kesadaran untuk mengolah tubuh, lanjut Westiani, kemudian kesadaran bangga atas dirinya sebagai Perempuan, kemudian jalannya menstruasi dengan aman dan nyaman. “Tidak lagi membuat kami ketakutan atas ketidaksadaran.”

***


Untuk konteks papua, menurut Westiani, Perempuan Papua mengalami kesulitan dalam menjalani masa menstruasi. Kesulitan dalam mengakses layanan Kesehatan dan Kesehatan menstruasi itu lebih sulit, kompleks karena situasi Papua terkait konflik politik dan masifnya alih-fungsi lahan dan perusahaan-perusahaan ekstraktif yang semakin dipaksakan di tanah Papua. 


“Itu yang membuat Perempuan Papua akhirnya menjadi tersingkir, dan semakin kesulitan mengakses mereka punya hak Kesehatan.” Tukas Perempuan asal Yogyakarta itu.


Dan akhirnya semakin rentan mengalami Kesehatan. “Karena misalnya,” lanjut Westiani, “terjadi konflik di wilayah mereka, mereka yang harus bertanggung jawab penuh mendapatkan makanannya. Karena di keluarga sangat bergantung pada Perempuan.”


Sementara kondisi di pengungsian, dia [Perempuan] semakin sulit mendapatkan pembalut, semakin sulit mendapatkan tempat untuk membersihkan diri, istirahat juga tidak bisa karena dia [Perempuan] harus mengurus, mulai dari bangun pagi sampai tidur sepenuhnya, dia tidak punya kesempatan untuk merawat diri, menstruasi dengan baik.


Di situasi konflik itu tidak mudah Perempuan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan hak Kesehatan menstruasinya. “Untuk konteks papua, kami melihat, situasi yang sangat unik dan kompleks.” Tukas Westi prihatin Kesehatan menstruasi Perempuan yang berada di daerah konflik.


Lantas, Jadi itu juga alasan kenapa Biyung lebih banyak berkonsentrasi di Papua. Karena Perempuan sudah mulai menyuarakan hak-hak Perempuan, mereka berjuang, lanjut Westi, tetapi mereka tidak punya tempat dan kesempatan memenuhi hak Kesehatan menstruasi mereka, itu sama saja. “Mereka juga mengalami pelanggaran HAM.” Jelasnya menutup.

 

Yohanes Gobai

 

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kewita Gandeng Biyung Jogja Gelar Pelatihan Pembuatan Pembalut Kain
iklan
iklan
iklan
iklan
iklan

Trending Now

Iklan

iklan