Iklan

iklan

Merasa Dituduh Pelaku Pemerkosa, FRPHAMP: Pj. Guberbur Papua Tengah dan Kepolisian Nabire Harus Bertanggungjawab!

Yohanes Gobai
4.19.2024 | 6:33:00 AM WIB Last Updated 2024-04-20T22:47:13Z
iklan
FRPHAMP Melakukan konferensi pers - (#YoGo - TaDah)

[Tabloid Daerah], Nabire -- 
Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP) melakukan konferensi pers terkait tuduhan massa aksi sebagai pelaku pemerkosa yang sedang ramai dibicarakan di sejumlah media yang bersumber dari Kepolisian Nabire dan Pj. Gubernur Provinsi Papua Tengah Dr. Ribka Haluk, S.Sos., M.M., menurut FRPHAMP hal tersebut merupakan tindakan tidak menyenangkan bagi massa aksi dan pencemaran nama baik Front. Sebab tuduhan tersebut tanpa melewati proses penyelidikan kasus lebih dahulu, dari Oyehe pada Kamis (18/04/2024).

Mengutip liris pers yang diterima TadahNews bahwa Aksi Demo Damai pada 5 April 2024, lalu, di Nabire dalam rangka memprotes perlakuan penyiksaan 3 orang warga sipil di Puncak Papua pada 03 Februari 2024 lalu hingga korban meninggal dunia. Aksi Demo tersebut di bubarkan oleh Gabungan TNI dan Polri dengan mengunakan Wapen/Karet Mati, menembak gas air mata, peluru karet, peluruh timah serta polisi mengunkan pisau menikam massa aksi.

“Sejak demonstrasi yang dibubarkan paksa tersebut, telah beredar luas diberitakan terkait para korban pemerkosaan, dengan tegas dan terang-terangan menyebutkan massa aksi, dan mendiskriminasi Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP) sebagai pelaku pemerkosaan.” Jelas Yeti Tagi sebagai Juru Bicara FRPHAMP.

Pemberitaan di beberapa media, diantaranya SindoNEWS, detikcom tertanggal 08 April 2024, Lanjut Yeti, Kasat Reskrim Polres Nabire, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Bertu Haridyla Eka Anwar mengungkapkan “Dua orang wanita menjadi korban kekerasaan dan pemerkosaan, yang dilakukan sekelompok massa yang melakukan aksi demo di jalan Jayanti, Distrik Nabire, Kab. Nabire.”  

Sedangkan, menurut Tagi, titik kumpul massa Aksi Demo di Hotel Jepara II dan lokasi terjadinya pemerkosaan berjarak lebih dari 1 km. Lantas sejumlah Aparat gabungan yang berada di titik kumpul aksi juga tidak mengetahui peristiwa tersebut. “Hingga Sampai hari ini [18/04] Kepolisian Nabire belum juga mengumumkan tersangka pelakunya. Karena masih dalam proses penyelidikan,” terang Tigi.

Lanjut Yeti, Sekalipun Polisis mendapatkandannya, statusnya akan disebut sebagai tersengka, dan hanya Hakim yang dapat menetapkan siapa pun yang jadi tersangka sebagai pelaku atau bukan. Polisis tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan siapa pun atau kelompok mana pun sebagai pelaku. “Oleh karena itu segera hentikan segala penuduhan yang dialamatkan kepada massa aksi FRPHAM-Papua.” Tuturnya, tegas.

Berdasarkan kronologi dari 2 orang perempuan korban pemerkosaan yang dilaporkan Pj. Gubernur Papua Tengah Dr. Ribka Haluk, S.Sos., MM, kepada Detikcom tertanggal 11 April  dari Jayapura mangatakan bahwa dua orang korban itu dilakukan oleh massa aksi demo damai yang tergabung dalam Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP).

Kordinator Aksi Martinus Dogomo berpendapat bahwa disitu letak kekeliruan Pj. Gubernur Provinsi Papua Tengah.

“Tidak benar Seorang Pejabat Publik mengakui dan mengumumkan di public tanpa melakukan investiga dan verifikasi data di lapangan, serta memastikan bukti-bukti pendukung lainnya, lalu selanjutnya massa aksi ditetapkan sebagai pelaku. Lantas letak kekeliruan berada pada ungkapan “para pelaku berasal dari massa aksi” tanpa melalui tahapan penyelidikan,” jelas Dogomo mengutip liris pers.

Lanjut Dogomo, sekalipun dalam proses penyelidikan kedepan akan ditemukan pelakunya, Ia berasal dari golongan mana pun atau dari organisasi mana pun, tindakan tak terpuji tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh siapa pun yang terdaksa. Karena itu tidak mengkriminalisasi kelompok suku, marga, atau kelompok tertentu.

Demi kemanusiaan, pemerkosaan tersebut merupakan tindakan tak terpiji dan para pelaku wajib ditangkap dan diadili untuk mendapatkan keadilan bagi korban, tegas Martinus.

“Tetapi perihal tuduhan pelaku terhadap massa aksi tersebut itu tidak mendasar. pertanyaannya apakah Ibu Gubernur dan Kepolisian Nabire sudah mengetahui dan menangkap para pelakunya? Apa bila itu berasal massa aksi, siapa namanya? Atau kah hanya karena titik demo dan lokasi pemerkosaan yang lebih dari 1 km, sehingga secara subjektif mengambil kesimpulan bahwa massa aksilah pelaku?” Tanya Dogomo.

Demi keadilan dan kemanusia Gubernur Papua Tengah mengutuk perihal senono tersebut. Lanjut Dogomo, “Kami salut tindakan tersebut dan tentu bangga. Tetapi apa kah demi keadilan dan kemanusiaan [pemprof dan aparat gabungan] harus menuduh dan melukai kelompok lain sebagai pelaku tanpa proses penyelidikan? Apakah demi keadilan dan kemanusiaan Anda harus membiarkan 19 orang massa aksi korban penembakan, pemukulan, dan dilukai dengan pisau? Apakah karena hal itu Anda harus membiarkan massa pendemo direbubarkan secara paksa? Demi perihal itu Anda juga membiarkan aparat gabungan merengut hak menyampaikan pendapat dimuka umum serta ruang demokrasinya di brangus?”

Itu penuduhan. “Hal ini mengarah pada kriminalisasi massa pendemo dan Front Rakyat Peduli HAK Asasi Manusia Papua yang melakukan aksi pada 5 April 2024, lalu,” tegas Dogomo.

Sementara itu, penanggungjawab aksi I Yohanes Giyai mengatakan  kepolisian Nabire dan Pemprov Papua Tengah mengabaikan kondisi 19 orang massa aksi korban pemukulan dan penembakan yang dilakukan oleh Aparat Gabungan. Serta sejumlah Motor yang di angkut ke Kantor Polisi dan sejumlah motor yang dirusaki di titik aksi, hingga sampai detik ini (18 April 2024) belum di perbaiki dan dikembalikan ke pemiliknya.

“Sementara massa aksi juga adalah korban represif TNI POLRI yang tak sempat dipikirkan oleh Pj. Gubernur bahwa massa aksi juga adalah warga Papua Tengah yang justru pemerintah harus adil dalam perhatian dan konpensasi,” jelas Giyai.

Sementara penanggungjawan aksi II Adhen Dimi Menegaskan bawa Kami dari Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (RPHAMP) tidak sedang melawan dan membangun permusuhan dengan suku, ras dan agama tertentu yang ada di kabupaten Nabire, Papua Tengah. Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia di Nabire jangan mau di adu domba oleh TNI POLRI dan Pemprov Papua Tengah  yang selama ini membungkam ruang demokrasi bagi gerakan rakyat di Nabire.

“TNI, POLRI dan Pemprov Papua Tengah mengunakan kasus pemerkosaan di Jayanti sebagai alat untuk mengkriminalisasi Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua dan menyembunyikan fakta pembubaran paksa, sikap anti demokrasi terhadap aksi rakyat Papua pada Jumat 05 April 2024 di Nabire,” pungkas Dimi.

Berdasarkan itu Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua menghimbau dan menyatakan sikap:

Pertama, PJ Gubernur Papua Tengah dan Kepolisian Resor Nabire Segera bertanggunjawab atas tindakan tidak menyenangkan terhadap  Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua dan Massa Aksi yang dituduh sebagai pelaku Pemerkosaan tanpa melalui proses penyelidikan.

Kedua, Kami mmengecam tindakan pemerkosaan dan pembakaran Rumah penjaga Musolah oleh Orang Tak Dikenal di Jayanti yang lebih dari 1 km dari titik aksi Hotel Jepara II. Polisi Segera Tangkap dan Adili Pelaku Pemerkosa dan Pembakar Rumah penjaga musolah. Keadilan harus berpihak kepada siapa pun, tanpa apa pun alasan.

Ketiga, Mengutuk tindakan bantuan yang diskriminatif oleh PJ. Gubernur Papua Tengah yang menganti rugi kebakaran rumah tetapi tidak membantu kerugian yang di alami massa aksi demo damai Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua.

Keempat, Pemerintah Provinsi Papua Tengah segera berikan layanan pengobatan secara fisik dan pisikis terhadap 19 orang korban pemukulan, penembakan dan luka sayatan pisau yang dilakukan oleh TNI dan POLRI terhadap massa aksi demo damai.

Kelima, TNI dan POLRI hentikan upaya pengalihan isu dan memprovokasi issue yang berpotensi berdampak pada konflik horisontal. Sebab pada prinsipnya Kami berjuang melawan sistim yang tidak memihak kepada rakat. Musuh kami bukanlah kepada sesama manusia berdasarkan ras, warna kulit, atau agama apa pun. Sebab kemanusiaan lah lebih tinggi derajatnya.

Keenam, Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia yang berada di Nabire mari bersatu menyelamatkan ruang demokrasi di Nabire sehingga semua aspirasi dapat tersampaikan tanpa adanya pembungkaman oleh TNI dan POLRI yang terus merekayasa situasi. Mari wujudkan Nabire yang ramah demokrasi rakyat.

"Demikian Pernyatan Sikap ini kami buat, atas nama Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua, kami sampaikan dengan tegas," tutup FRPHAMP, tegas.(#YoGO/tadahnews.com)

Baca Juga
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Merasa Dituduh Pelaku Pemerkosa, FRPHAMP: Pj. Guberbur Papua Tengah dan Kepolisian Nabire Harus Bertanggungjawab!

P O P U L E R

Trending Now

Iklan

iklan