
Pernyataan Sikap
Masyarakat Adat Independen (MAI)- Papua
![]() |
Ketua Umum MAI-P, Ardhy Murib bersama anggotanya membacakan Keterangan Pers. Dan, telah diterima media ini, Via-WhatsApp, Sabtu (30/8/2025), malam (#TaDahNews) |
[Tabloid Daerah], Sorong -- MAI - Papua menolak pemindahan empat (4) Tahanan Politik (Tapol) Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) dari Sorong ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan segera bebaskan tanpa syarat.
Pernyataan itu resmi dikeluarkan MAI-Papua melalui keterangan pers kepada media via-WhatsApp, Sabtu (30/8/2025), malam.
"Kami mengencam keras sikap pemerintah kolonialisme Indonesia terhadap aksi spontanitas Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya. Dan, mengutuk keras Tindakan militerisme Indonesia semena-mena telah melakukan Tindakan represif, penembakan, dan penangkapan terhadap aksi massa," tulis MAI-Papua dalam keterangan pers.
MAI-Papua melihat adanya situasi semakin buruk di Papua, adanya militer semakin masif dan diskriminasi terhadap massa aksi. Juga, Pemerintahan militeristik berupaya mengkambing hitamkan Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya, dan pihak keluarga 4 Tapol NRFPB.
Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya telah melakukan aksi protes atas pemindahan 4 Tapol NFRPB ke Makassar.
MAI - Papua melalui keterangan pers itu, mengungkapkan upaya untuk mempertahankan 4 Tapol NFRPB yang ditahan pada tanggal, 28 April 2025 agar tetap mengikuti sidang di Kota Sorong berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara Pidana Pasal 85: tempat persidangan dapat dipindahkan kecuali ada gangguan keamanan atau bencana alam.
"Pada tanggal, 26 Agustus 2025, massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya, bersama keluarga 4 Tapol aktivis NFRPB mulai mendatangi halaman Polresta Sorong Kota. Tujuan massa adalah menghalangi rencana pemindahan paksa 4 Tapol NFRPB ke Makassar untuk disidangkan jauh dari Tanah Papua," tulis MAI-Papua.
Peristiwa ini bukan sekadar “pemindahan tahanan”. Menurut MAI-Papua ini adalah simbol represi politik terhadap rakyat Papua.
MAI-Papua menjelakan, kerisuhan, penangkapan, dan penembakan tersebut, juga disebabkan pemerintah Gubernur Provinsi Papua Barat Daya. Yang mana, telah melakukan intruksi bahwa segera melakukan konsolidasi untuk menangkap rakyat papua yang tergabung dalam solidaritas rakyat papua se-sorong raya.
"Pernyataan tersebut, juga merupakan upaya untuk mengkriminalisasi aktivis pro demokrasi di kota sorong. Dengan ini, kami Masyarakat Adat Independen Papua menyatakan sikap dalam 13 poin tuntutan," jelas MAI-Papua dalam keterangan pers.
13 Poin Tuntutan Pernyataan Sikap MAI-Papua
Pertama, Mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk segera membatalkan fatwa yang melegitimasi pemindahan 4 Tapol aktivis NFRPB dari Sorong Ke Makassar. Dan, 4 Tapol tetap disidangkan di Sorong.
Kedua, Gubernur Papua Barat Daya beserta jajaran Forkopinda Papua Barat Daya harus bertanggung jawab atas pemindahan 4 Tapol karena, telah memberikan surat kuasa palsu bermuatan politis ke kejaksaan yang memaksa pemindahan 4 Tapol.
Ketiga, Mendesak Rezim Kolonial Indonesia untuk segera membebaskan 10 Tapol NFRPB tanpa syarat.
Keempat, Gubernur Papua barat daya beserta Forkopinda harus bertanggung jawab atas situasi yang tidak kondusif di kota sorong yang sedang berlangsung sejak tanggal 27 agustus 2025. Dan juga bertanggung jawab terhadap 8 rakyat papua yang masih ditahan, tiga orang yang tertembak dan satu orang yang diculik.
Kelima, Mengencam penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh TNI/POLRI terhadap massa aksi yang tergabung dalam solidaritas rakyat papua se-sorong raya.
Keenam, Mendesak Gubernur Papua Barat Daya dan Kapolda Papua Barat Daya untuk menghentikan penangkapan liar, serta mengelompokan Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya dan keluarga Tapol NFRPB.
Ketuju, Hentikan kekerasan militer terhadap masyarakat sipil dan aktivis pro demokrasi di seluruh Tanah Papua dan Indonesia.
Kedelapan, Tarik militer (TNI-POLRI) organik dan non organik dari Kota Sorong dan seluruh Tanah Papua.
Kesembilan, Segera usut tuntas pelaku pembunuhan Tobias Silak.
Kesepuluh, Segera buka akses ruang demokrasi di sorong dan seluruh tanah air papua.
Kesebelas, Negara harus bertanggung jawab untuk menangkap dan mengadili pelaku pelanggar HAM berat di atas Tanah Papua.
Keduabelas, Buka akses jurnalis di seluruh Tanah Papua.
Ketigabelas, Tutup Freeport dan Segera berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa Papua.
Pernyataan sikap ini bukan hanya sekadar biasa. Tetapi, merupakan solusi menghentikan kekerasan kemanusiaan dan solusi demokratis dijunjung tinggi di Hukum Internasional.
"Salam Masyarakat adat. Selamatkan tanah adat dan manusia papua; Amolongo, nimaowitimi, yepmum, foi moi, tabea mufa, koyao, amakene, nare, dormum, walak, saifa, wainambe, mahikai, nayaklak, wa wa wa," tutup keterangan pers, Ketua Umum MAI-P, Ardhy murib.(*)
CP: Iyapu