
Siaran Pers Koalisi Penegak Hukum Dan Hak Asasi Manusia (HukHAM) Papua
Nomor : 005 / SP-KPHHP / VIII / 2025
![]() |
Koalisi Penegak HukHAM Papua: Forkopimda - MA RI Segera Bertanggungjawab Konflik di Sorong!(Ist.) |
[Tabloid Daerah], Jayapura -- Siaran Pers Koalisi Penegak HukHAM Papua mendesak kepada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) segera bertanggungjawab atas konflik di Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Konflik itu pasca pemindahan empat Tahanan Politik (Tapol) Papua ke Pengadilan Negeri Makasar dari Sorong, Rabu (27/8/2025).
“Kapolri Segera Perintahan Kapolresta Sorong Hentikan Tindakan Menyerang Warga dan Membongkar Rumah Warga serta segera Bebaskan Seluruh Masyarakat Sipil Yang Ditahan Atas Perjuangan Menegakan Perintah Pasal 85, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Dalam Kasus 4 (empat) Tahanan Politik Di sorong," tegas Koalisi Penegak HukHAM Papua dalam siara persnya.
Penyidik Polres Kota Sorong melimpahakan 4 (Empat) Tahapanan Politik Papua ke Kejaksaan Negeri Sorong pada tanggal 11 Agustus 2025.
Selanjutnya Kejaksaan Negeri Sorong mengajukan Permohonan Pemindahaan Persidangan ke Pengadilan Negeri Makasar kepada MA RI. Dan, akhirnya Kejaksanaan Negeri Sorong mengeluarkan surat permohonan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sorong Nomor : B-3001/R.2.11/Eoh.2/08/2025 tertanggal 22 Agustus 2025 perihal Permohonan pengalihan tahanan dari Rutan/Lapas Sorong ke Rutan/Lapas Makassar.
Atas dasar itu, pihak keluarga bersama Masyarakat Sipil di Sorong yang tergabung dalam Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya terus melakukan aksi protes ke kantor Kejaksaan Negeri Sorong, Kantor Gubernur Propinsi Papua Barat Daya, dan Kantor Pengadilan Negeri Sorong dengan alasan Kota Sorong aman-aman saja dan tidak terjadi bencana alam.
Sehingga, pemindahan tanahan politik untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Makasar merupakan alasan yang dibuat-buat oleh Institusi Kejaksaan Negeri Sorong atas arahan pihak-pihak yang ingin menciptakan ketidaknyamanan di Kota Sorong.
Pada prinsipnya penolakan sidang di Pengadilan Negeri Makasar yang dilakukan oleh keluarga dan Masyarakat Sipil di Sorong didasarkan pada perintah ketentuan hukum.
“Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud”, sebagaimana diatur pada Pasal 85, Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Untuk diketahui bahwa berkaitan dengan keterangan "keadaan daerah tidak mengizinkan"ialah antara lain tidak amannya daerah atau adanya bencana alam sebagaimana disebutkan pada bagian penjelasan Pasal 85, Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan ketentuan Pasal 85, Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana diatas, Pihak keluarga dan Masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya telah mendatangi institusi kejaksaan negeri sorong untuk meminta alasan pemindahannya dan dijawab oleh pihak humas Kejaksaan negeri Sorong bahwa pihaknya dapat mengeluarkan Forkopimda Provinsi Papua Barat Daya.
Untuk diketahui bahwa Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah yang selanjutnya disebut FORKOPIMDA adalah forum yang digunakan untuk membahas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Umum di daerah sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 4, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Forum Koordinasi Pimpinan Di Daerah.
Pada prinsipnya, tugas Pokok Forkopimda adalah untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintah umum.
Berkaitan dengan urusan pemerintahan umum adalah:
a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan nasional;
d. penanganan konflik sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertical sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Forum Koordinasi Pimpinan Di Daerah.
Atas dasar tugas Forkopimda di atas, secara langsung menunjukan bahwa tindakan permintaan Forkopinda yang diteruskan oleh Institusi kejaksaan negeri Sorong dengan mengajukan Surat Permohonan Pemindaan proses hukum 4 (empat) orang tahanan Politik Papua ke Pengadilan Negeri Makasar yang tidak berdasarkan pada perintah Pasal 85, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana jelas-jelas merupakan tindakan Mal Atministrasi.
Karena, Forkopinda tidak memiliki kewenangan untuk menginterfensi Tugas Pokok Kejaksaan Negeri Sorong.
Pada perkembangannya justru melalui intervensi Forkopimda telah melahirkan Konflik Antara Masyarakat dengan Aparat Keamana di Sorong. Sehingga, jelas-jelas Forkopimda tidak menjalankan ketentuan penanganan konflik sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (2) huruf d, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Forum Koordinasi Pimpinan Di Daerah.
Kesalahan Forkopimda atas pengabaian Pasal 85, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dilanjutkan oleh Institusi Kejaksaan negeri Sorong dengan Permohonan Pemindahan Tempat Persidangan ke Pengadilan Negeri Makasar dan dijawab dengan Mengeluarkan Kebijakan Peminhanan Tempat Persidangan Ke Pengadilan Negeri Makasar oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia yang diwujudkan dengan Pemindahan 4 (empat) orang tahanan politik Papua telah memancing amarah Keluarga dan Masyarakata Sorong.
Sehingga, Forkopimda Papua Barat Daya, Intitusi Kejaksaan Negeri Sorong, dan Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib bertanggungjawab atas semua kekacauan yang terjadi di Sorong, hari ini, Rabu, tanggal 27 Agustus 2025.
Dengan melihat adanya tindakan brutal yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian Resort Kota (Kapolresta) Sorong dan Aparat Keamanan Gabungan di sorong yang sampai malam ini melakukan tindakan penyalahgunaan senjata Api yang melukai salah satu Masyarakat Sipil Sorong yang tergabung dalam Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya serta adanya fakta pengejaran Masyarakat Sipil yang tergabung dalam solidaritas dan juga adanya tindakan penangkapan Masyarakat sipil Sorong yang terlibat dalam solidaritas dan bahkan pembongrakan atau pengrusakan pintu rumah warga oleh Oknum Anggota Kepolisian Rosort Kota Sorong maka ditegaskan kepada Kapolri untuk memerintahkan Kapolresta Sorong untuk menghentikan anggotanya dan bebaskan seluruh anggota Polisi serta bertanggungjawab atas tindak pidana penyalahgunaan senjata api sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat (1), Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang dilakukan oleh Oknum Anggota Polisi tadi siang.
Selain itu, ditegaskan kepada Gubernur Propinsi Papua Barat Daya dan Walikota Sorong untuk menjalankan perintah ketentuan Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah sebagaimana diatur pada pasal 28i ayat (4), undang undang Dasar 1945 junto Pasal 8, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia maka ditegaskan kepada bukannya bersama-sama dengan Forkopimda melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan pada Pasal 2 ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Forum Koordinasi Pimpinan Di Daerah.
Berdasarkan uraian diatas, maka Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua mengunakan kewenangan Pasal 100, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada :
1. Forkopimda dan Mahkamah Agung Republik Indonesia Wajib Bertanggungjawab Atas Semua Peristiwa Kekacauan Yang Terjadi Pasca Pemindahan Empat Tahanan Politik Papua Ke Pengadilan Negeri Makasar tanpa memperhatian perintah Pasal 85, Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Presiden Republik Indonesia segera Perintah Mahkam Agung Republik Indonesia untuk mencabut Kebijakan Pemindahan Proses Hukum Ke Pengadialan Negeri Makasar Karena bertentangan dengan Pasal 85, Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
3. Kepala Kejaksanaan Agung Republik Indonesia segera pemecatan dengan tindak hormat Kepala kejaksanaan Negeri Sorong yang diinterfensi oleh FORKOPIMDA tanpa memperhatikan Pasal 85, UU Nomor 8 Tahun 1981 dan mengeluarkan Surat Permohonan pemindahan Sidang Ke Pengadilan Makasar yang telah memicu terjadinya Konflik Di Sorong;
4. Kapolri segera perintahkan Kapolresta Sorong hentikan seluruh tindakan pengejaran Masyarakat Sipil, penangkapan Masyarakat sipil dan pembongrakan atau pengrusakan rumah warga yang sedang dilakukan oleh Oknum Anggota Kepolisian Rosort Kota Sorong;
5. Kapolri segera perintahkan Kapolresta Sorong Tangkap dan Adili Oknum Polisi tindak pidana penyalahgunaan senjata api sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat (1), Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terhadap Masyarakat Sipil;
6. Gubernur Propinsi Papua Barat Daya dan Walikota Sorong untuk menjalankan perintah ketentuan Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah sebagaimana diatur pada pasal 28i ayat (4), undang undang Dasar 1945 junto Pasal 8, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
7. Kapolresta sorong segera bebaskan seluruh Masyarakat Sipil Sorong yang ditahan karena Memperjuangkan penegakan Pasal 85, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Dalam Kasus 4 (empat) Tahanan Politik Di sorong.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
Siaran pers ini dikeluarkan dari, Jayapura, Provinsi Papua, 27 Agustus 2025, mengetahui Koalisi Penegak Hukum Dan Hak Asasi Manusia Papua.
Koalisi ini terdiri dari, LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKP KC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan, Elsham Papua, Yadupa, YLBHI, LBH Papua Merauke, LBH Papua Pos Sorong, Kontras Papua.(*)
Admin